Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan
penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan dan ketuhanan. Kejawen atau
Kejawaan (ke-jawi-an) dalam arti yang umum berisi kesenian, budaya,
tradisi, ritual, sikap hati serta filosofi hidup orang-orang Jawa. Kejawen
mencerminkan spiritualitas orang Jawa. Ajaran kejawen tidak terpaku pada
aturan yang formal seperti dalam agama, tetapi menekankan pada konsep
“keseimbangan dan keharmonisan hidup”. Kebatinan Jawa merupakan tradisi
dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum
hadirnya agama-agama modern di pulau Jawa, yang pada prakteknya, selain berisi
ajaran-ajaran budi pekerti, juga diwarnai ritual-ritual kepercayaan dan
ritual-ritual yang berbau mistik.
Kebatinan adalah
mengenai segala sesuatu yang dirasakan manusia pada batinnya yang paling dalam.
Kebatinan terutama berisi penghayatan
seseorang terhadap
apa yang dirasakannya di dalam batinnya atas segala sesuatu aspek hidupnya, atas segala bidang kegiatan yang dilakukannya. Apa saja yang dihayatinya itu selanjutnya akan
menjadi bersifat pribadi, akan mengisi sikap batinnya dalam
kehidupannya sehari-hari, akan menjadi bagian dari kepribadiannya.
Seseorang yang banyak menghayati isi hatinya, atau
isi pikirannya, akan lebih banyak "masuk" ke dalam dirinya sendiri,
menjadikan dirinya lebih "sepuh" dibandingkan jika ia mengabaikannya.
Selebihnya itu akan menjadi sikap batinnya dalam kehidupannya
sehari-hari, akan menjadi bagian yang sepuh dari kepribadiannya.
Secara kebatinan dan spiritual
dipahami bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara saja
yang pada akhirnya nanti semua orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta.
Manusia, bila hanya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa,
lemah dan fana. Karena itulah manusia harus bersandar kepada kekuatan
dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), dan beradaptasi
dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi
merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak membuat masalah.
Memiliki sedikit lebih baik daripada berambisi menimbun ‘lebih’. Dengan
demikian idealisme kebatinan jawa menuntun manusia pada sikap menerima,
sabar, rendah hati, sikap tahu diri, sikap hidup sederhana, suka menolong,
tidak serakah, tidak berfoya-foya / berhura-hura, dsb. Idealisme inilah
yang menjadikan manusia hidup tenteram dan penuh rasa syukur kepada
Tuhan.
Mereka terbiasa hidup sederhana dan apapun yang mereka miliki akan mereka syukuri sebagai karunia Allah.
Mereka
percaya adanya 'berkah' dari roh-roh, alam dan Tuhan, dan kehidupan
mereka akan menjadi lebih baik bila mereka 'keberkahan'. Karena itu dalam
budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku,
kebersihan hati dan batin, ditambah laku prihatin dan tirakat
supaya hidup mereka diberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk
pencerahan cipta, rasa, budi dan karsa.
Orang jawa bilang intinya kita harus selalu
eling lan waspada.
Selalu ingat Tuhan. Tapi biasanya orang hanya menginginkan kesuksesan
saja, keberhasilan dan keberuntungan saja, tapi tidak tahu pengapesannya (eling tapi tidak waspada).
Sering
dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan menjaga moralitas,
seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan.
Kalau
eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa
lebih
baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek
tentang
orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap
negatif dan
menumbuhkan juga aura negatif di dalam diri kita. Aura negatif akan menarik
hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita akan semakin banyak
berisi hal-hal yang negatif. Di sisi lain kita juga harus sadar bahwa
orang-orang yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya,
seringkali menjadi kurang
greget, kurang kreatif dan yang diperolehnya juga akan lebih
sedikit dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah
resikonya menahan diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan
potensi dirinya, peluang-peluang, dsb, dan dapat secara positif memanfaatkannya dengan perbuatan nyata, tidak
kendo, dan tidak kebanyakan menghayal dapat juga menghasilkan banyak tanpa harus lupa
Tuhan dan merusak moralitasnya.
Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat Tuhan
atau tidak
menjaga moralitas seringkali kelihatan hidupnya lebih enak. Bisa
terjadi begitu
karena mereka tidak banyak menahan diri, tidak banyak beban, apa saja
akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban hidupnya
lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan banyak karena mereka tidak banyak menahan diri.
Di
luar
pandangan-pandangan di atas, mengenai sejauhmana kesuksesan dan
kebendaan yang mampu diraih oleh seseorang dalam hidupnya, sebenarnya,
jalan kehidupan
masing-masing mahluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis
besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa
meramal. Tinggal masing-masing orangnya saja dalam menjalani
kehidupannya, apakah akan banyak
eling dan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.
Menjalani laku prihatin tidak sama dengan terpaksa menahan diri karena kondisi hidup yang kekurangan.
Laku prihatin pada prinsipnya adalah
perbuatan
sengaja
untuk
menahan diri terhadap
kesenangan-kesenangan, keinginan-keinginan dan nafsu / hasrat yang tidak baik, tidak pantas dan tidak bijaksana dalam
kehidupan. Laku prihatin juga dimaksudkan sebagai upaya menggembleng
diri untuk membangun 'ketahanan' jiwa dan raga dalam menghadapi gejolak dan
kesulitan hidup. Orang yang tidak biasa
menahan diri akan merasakan beratnya menjalani laku prihatin.
Sikap
berlaku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang menjalani
hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Walaupun kepemilikan
kebendaan sering dianggap sebagai ukuran kualitas dan keberhasilan
hidup seseorang, dan sekalipun seseorang sudah jaya dan berkecukupan,
laku prihatin dirinya dapat dilihat dari sikapnya yang menahan diri dari
perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak pantas, tidak bijaksana, dan
menahan diri dari perilaku konsumtif yang berlebihan, hanya ingin
memiliki apa
yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup saja, tidak melebihi batas
nilai kepantasan dan kewajaran (tidak berlebihan dan tidak pamer).
Prihatinnya Orang Miskin Harta (orang umum).
Walaupun
seseorang tidak berlebihan harta,
atau bahkan kekurangan harta, tetapi ia tidak mengisi hidupnya dengan kesedihan, iri dan dengki
dan tidak mengejar kekayaan dengan cara tercela. Tetap
hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak menginginkan
sesuatu yang bukan miliknya. Walaupun tidak dapat memenuhi keinginan
kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup dengan
rasa menerima dan bersyukur. Dan dalam ia menolong dan membantu orang
lain dilakukannya tanpa pamrih kebendaan.
Filosofinya : makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan (hewan).
Urip iku mung mampir ngumbe thok.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk
harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam
kubur.Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati,
sugih tanpa bandha.
Berbeda dengan orang yang
berjiwa miskin,
yang sekalipun sudah berkecukupan harta atau bahkan berlebihan, tapi selalu saja merasa takut
miskin, selalu takut hartanya berkurang, dan akan melakukan apa saja, termasuk perbuatan-perbuatan yang tercela,
untuk terus menimbun kekayaan.
Prihatinnya Orang Kaya Harta.
Walaupun
seseorang sudah berlebihan harta, tetapi ia tidak mengisi hidupnya dengan
kesombongan dan hidup bermewah-mewahan. Tetap hidup
sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak membelanjakan hartanya melebihi apa yang menjadi kebutuhannya.
Seseorang
yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda yang bagus dan mahal
harganya dan melakukan pengeluaran yang "lebih" untuk ukuran orang
biasa, tidak selalu berarti bahwa ia tidak menjalani laku
prihatin. Mungkin itu sebanding dengan status dirinya dan kondisi
duniawinya. Namun yang sengaja hidup bermewah-mewahan sama saja dengan
hidup
berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang
disebut tidak menjalani laku prihatin.
Orang kaya harta yang selalu mengsyukuri kesejahteraannya akan tampak dari
sikap hatinya
yang selalu rela memberi 'lebih' kepada orang-orang yang membutuhkan
pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun perbuatannya itu tidak ada
yang melihat. Dan semua kewajibannya, kewajiban duniawi maupun keagamaan, yang
berhubungan dengan hartanya, akan dipenuhinya, seperti yang seharusnya, tidak ada yang
dikurangkan.
Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.
Orang
kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, menjalani
laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak untuk kesombongan
dan kejayaan dan kepentingan dirinya sendiri, tidak untuk pamer dan tidak untuk membodohi
atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang
lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa
pamrih kehormatan atau upah.
Prihatinnya Orang Berkuasa.
Seorang
penguasa hidup prihatin dengan menahan kesombongannya, menahan hawa
nafsu sok kuasa, tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan diri
sendiri dan keluarganya / golongannya saja. Kekuasaan dijadikan sarana untuk
menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan masyarakat yang
dipimpinnya. Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil
dan makmur,
gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja,
sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati.
Seorang politikus
hidup prihatin dengan tidak membela kepentingannya sendiri, kelompoknya
atau golongannya sendiri, atau untuk mencari popularitas, tidak untuk
beroposisi melawan pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk
mendukung jalannya pemerintahan dan meluruskan jalan pemerintahan yang
keliru / menyimpang, bila ada, untuk kepentingan rakyat banyak.
Seorang aparat negara,
aparat keamanan dan penegak hukum, hidup prihatin dengan melaksanakan
kewajiban-kewajiban tugasnya dengan semestinya, tidak menyalahgunakan
kewenangannya untuk menindas, memeras, atau berpihak kepada pihak-pihak
tertentu tetapi merugikan pihak yang lain, mencukupkan dirinya dengan
gajinya dan menambah rejeki dengan cara-cara yang halal, tidak mencuri,
tidak memeras, tidak
pungli, tidak meminta / menerima
sogokan.
______
Ada beberapa contoh bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya :
1. Puasa, tidak makan dan minum atau puasa berpantang makanan tertentu.
Jenisnya :
- Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
- Puasa Weton, puasa tidak makan dan minum pada hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
- Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.
- Puasa Mutih, boleh makan dan minum hanya nasi putih dan air putih saja.
- Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa
hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.
- Puasa Nganyep, hampir sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam tidak hanya nasi putih
saja asalkan makanannya tidak mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu, pemanis, cabai dan garam.
- Puasa Ngepel, sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi dan beberapa gelas air putih saja.
- Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dsb.
- Puasa Ngrowot, tidak makan dan minum dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya
makan buah-buahan dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
- Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari
siang dan malam tanpa putus, biasanya 1 - 3 hari.
2. Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
3. Menyepi dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih dan di tempat-tempat yang dianggap keramat,
tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
4. Berziarah dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih dan di tempat-tempat yang dianggap keramat.
5. Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh rupa.
6. Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 - 3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
7. Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 - 7 hari. Siang hari boleh tidur, tetapi pada malam hari tidak tidur, tidak
mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
8. Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan membisu tidak bicara dari mahgrib sampai
pagi, melakukan kunjungan ke makam leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan
berdoa.
9. Tapa Pati Geni, berpuasa, tidak tidur, dan berdiam di dalam suatu ruangan yang gelap gulita tidak ada
cahaya apapun selama sehari atau beberapa hari, biasanya untuk tujuan keilmuan.
Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di dalam rongga di dalam tanah seperti orang
yang dimakamkan, biasanya selama 1 - 3 hari.
10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di sendang yang wingit atau di pertemuan
2 sungai (tempuran sungai), selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi
berdiri atau duduk bersila di dalam air dengan
kedalaman air setinggi leher atau pundak.
Laku
prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa dilakukan orang
Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi nomor 1 sampai
10 dilakukan orang untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang bersifat
khusus, biasanya dilakukan orang untuk tujuan mendapatkan berkah tertentu (ngalap berkah) atau untuk tujuan ngelmu gaib.Lakunya
diawali dengan mandi keramas / bersuci, menyajikan sesaji sesuai
tradisi yang
diajarkan dan memanjatkan doa tentang niat dan tujuannya melakukan laku
tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan tercela
dan bersenang-senang.
Ada juga yang melakukannya bersama dengan berziarah ke makam orang tua dan
leluhur. Tapi ada juga yang melakukannya bersama dengan berziarah atau bahkan
tapa brata di tempat-tempat yang dianggap keramat seperti di makam orang-orang linuwih atau di makam orang-orang yang
dimuliakan, atau di gunung, hutan / goa / bangunan yang wingit,
dsb, yang itu sebenarnya adalah laku prihatin dan tirakat untuk tujuan
ngalap berkah atau untuk tujuan
ngelmu gaib.
Ada banyak sekali ajaran bentuk-bentuk formal laku prihatin dan puasa.
Tapi secara umum ada 3 aliran besar ajarannya :
1. Ajaran agama.
Dalam
ajaran agama, seperti ajaran dalam keagamaan hindu, budha, islam dan
kristen, biasanya ajaran dan
tatalakunya sederhana, hanya prinsip-prinsipnya saja yang harus
dijalankan. Walaupun berat melakukannya, tapi tidak ada yang aneh-aneh.
Puasa
dan laku prihatin dalam ajaran agama banyak tata-lakunya
yang khusus, banyak pantangan dan larangan dan semuanya harus dipatuhi, harus begini, harus begitu, tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Apa yang sudah ditetapkan dalam agama tidak boleh diubah-ubah aturan dan tatalakunya. Entah anda menghayati / mengimani lakunya
atau tidak, puasa dan laku prihatin dalam ajaran agama harus dijalankan sesuai tuntutan dan tuntunan
agama. Kegaiban yang terjadi (bila ada) diharapkan (dan dianggap) berasal dari Tuhan (Entitas) agamanya.
2. Ajaran kebatinan (dan ketuhanan).
Yang Penulis maksud
sebagai ajaran kebatinan disini adalah ajaran kebatinan jawa yang asli
yang dulu dijalani oleh orang-orang jawa sebelum berkembangnya agama
Islam di Jawa.
Dalam
ajaran penghayatan kebatinan jawa biasanya ajaran dan
tatalakunya juga sederhana, hanya prinsip-prinsipnya saja yang harus
dijalankan. Pelaksanaannya didasarkan pada sugesti batin dan penghayatan
kebatinan mereka sendiri yang itu akan menentukan kadar kegaiban yang
akan mereka alami sendiri.
Kadar kegaiban yang para pelakunya alami akan semakin tinggi bila mereka menghayati lakunya. Walaupun
berat melakukannya, tapi tidak ada yang aneh-aneh. Kegaiban yang
terjadi (bila ada) diharapkan berasal dari Tuhan (Entitas) agamanya,
dari dirinya sendiri (dari kegaiban sukmanya) dan dari khodamnya (bila
orangnya juga berkhodam).
3. Ajaran ngelmu gaib dan ngalap berkah.
Dalam ajaran ngelmu gaib dan ngalap berkah ada banyak
macam tatalaku, termasuk juga yang aneh-aneh yang secara kebatinan dianggap tidak perlu sampai
seperti itu.
Bentuk-bentuk puasa
dan laku prihatin yang untuk tujuan ngelmu
gaib atau untuk mencari wangsit atau untuk ngalap
berkah bisa berasal dari banyak sumber, atau kombinasinya, dan ada banyak
orang yang sengaja menambah-nambahi lakunya
supaya kegaibannya semakin tinggi. Apa saja akan dilakukan karena yang
dijadikan ukuran adalah keberhasilan tercapainya niat dan tujuan
lakunya. Kegaiban yang terjadi berasal dari khodamnya atau dari
mahluk-mahluk halus di tempatnya bertirakat.
Jadi bila ada yang mengajarkan yang aneh-aneh biasanya itu
adalah ajaran laku yang dulu untuk ngelmu gaib, atau itu sebenarnya
adalah
laku untuk tujuan ngalap berkah, misalnya mandi berendam di tempuran
sungai, tirakat / semedi di tempat yang angker dan wingit, tapa melek,
tapa bisu, tapa geni, tapa pendem, tapa lelono, tirakat sambil bakar menyan, tirakat di pinggir
laut / sungai / danau, di makam / kuburan keramat dan di makam orang-orang yang dimuliakan, di pinggir sumur tua, mandi air
7 sumur, dsb. Tatalaku yang aneh-aneh itu biasanya untuk tujuan ngelmu
gaib, atau untuk mencari wangsit, atau untuk ngalap
berkah.
Tujuan penulisan tentang laku prihatin dan tirakat ini adalah untuk
menghidupkan kembali pengetahuan orang jawa tentang aslinya ajaran kebatinan dan
kehidupan berkebatinan leluhur mereka orang-orang jawa jaman dulu
sebelum berkembangnya agama Islam di Jawa, karena orang-orang jawa
sendiri pada masa sekarang ini sudah tidak kenal lagi ajaran asli dari
leluhur-leluhurnya itu, karena sudah bercampur aduk dengan ajaran-ajaran
dari sumber-sumber
lain. Tetapi tulisan ini juga menjadi informasi bagi
orang-orang lain yang bukan jawa, terutama untuk meluruskan pengertian
orang yang salah tentang laku kebatinan dan ketuhanan jawa.
Karena sejak orang-orang jawa
beralih memeluk agama Islam atau agama-agama formal lain dan ajaran
kebatinan jawa dimusuhi oleh kalangan agamis, orang-orang jawa generasi berikutnya
yang lebih muda sudah tidak lagi menjalankan laku prihatin dan tirakat
sesuai aslinya ajaran kebatinan jawa. Laku prihatin dan tirakat yang
masih dijalani adalah yang sesuai saja dengan ajaran agama mereka atau mereka
mencampurkan aslinya ajaran kebatinan jawa itu dengan agama menjadi
budaya Islam jawa.
Sejak saat itu pengetahuan yang benar tentang
aslinya laku kebatinan jawa sudah mulai berkurang, karena sudah jarang
orang yang masih menjalankan ajaran aslinya. Pengetahuan tentang budaya
kebatinan jawa pun hanya beredar dari mulut ke mulut saja dan semakin lama
semakin kabur tidak jelas mana yang benar karena sudah bercampur dengan
laku prihatin yang dari ajaran agama dan yang dari budaya Islam kejawen
dan yang untuk ngalap berkah dan ngelmu gaib dan yang dari perdukunan.
Laku adalah usaha / upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan.
Tirakat adalah usaha-usaha / laku tertentu sebagai tambahan untuk terkabulnya suatu keinginan.
Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha manusia
untuk menjaga jalan kehidupannya supaya selalu selaras dengan ajaran
budi pekerti dan kesusilaan, tidak terlena dalam kenikmatan keduniawian,
dan untuk
menjaga agar
kehidupan manusia selalu 'keberkahan', selamat dan sejahtera dalam
lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan
dan terkabul keinginan-keinginannya.
Proses laku mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku orang agar
selalu positif, menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak
bijaksana, untuk menjaga keharmonisan hidup dan untuk tercapainya tujuan
hidup. Selain yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, laku-laku prihatin juga
sering dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan / usaha
yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti akan memulai suatu usaha
ekonomi, akan pergi merantau, akan melangsungkan hajatan pernikahan, dsb. Bahkan sudah
biasa orang-orang tua berprihatin, berpuasa dan bertirakat untuk memohonkan keberhasilan usaha
dan kehidupan anak-anaknya.
Dari banyak macam bentuk
laku prihatin dan tirakat yang kelihatan mata dijalani orang ada sikap hati yang sifatnya
mendasari semua bentuk laku prihatin kelihatan mata yang dijalani sehari-hari, yaitu sikap sadar diri untuk menahan diri atas perbuatan-perbuatan dan hasrat yang tidak baik dan tidak pantas, puasa hati dan batin,
senantiasa menjaga sikap hati dan
batin, jangan sampai perilakunya menunjukkan bahwa ia berkepribadian dan
berpekerti rendah. Tanpa adanya sikap hati tersebut bisa dikatakan
bahwa apapun yang dilakukan oleh seseorang, ia tidak sedang berlaku
prihatin seperti dimaksudkan di tulisan ini. Sesudah sikap-sikap hati
itu menjadi bagian dari kepribadian seseorang barulah kemudian terwujud
dengan sendirinya dalam laku-laku berprihatin yang kelihatan mata.
Laku-laku itu adalah :
1. Membersihkan hati dan batin dan menjaga hati yang lurus, tulus dan iklas.
2. Hidup sederhana, tidak tamak, tidak iri, tidak dengki, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.
3. Mengurangi makan dan tidur.
4. Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.
5. Menjaga sikap eling lan waspada.
Dalam tradisi jawa laku prihatin dan tirakat adalah salah satu bentuk
upaya kebatinan / spiritual / kerohanian, keprihatinan jiwa dan raga,
ditambah dengan laku-laku tertentu, untuk tujuan mendapatkan keselamatan dan keberkahan hidup, kesejahteraan
lahiriah maupun batin. Laku prihatin dan tirakat ini selain
merupakan bagian dari usaha pribadi dan doa kepada Tuhan, juga merupakan
suatu 'keharusan' yang sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka.
Bentuk laku yang dijalani tergantung pada niat dan tujuannya. Terasa berat-ringannya
suatu laku berprihatin
bergantung pada kebulatan niat dan tekad
sejak awal sampai
akhir. Laku puasa dan berprihatin yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin
akan membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi
belenggu duniawi lapar dan haus, untuk bisa mengatasi godaan hasrat dan
nafsu duniawi, dan menjadi upaya membersihkan hati dan mencari
keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik lagi sebelum dan selama
menjalankan laku tersebut selalu berdoa akan niat
dan tujuannya, berusaha mendekatkan hati dengan Tuhan dan menjauhkan
diri dari situasi bersenang-senang. Puasanya dilandasi dengan sikap hati
berprihatin, jangan hanya kebiasaan puasa fisik saja.
Tetapi
bentuk-bentuk laku yang sama
juga dilakukan orang untuk tujuan mendapatkan "berkah" tertentu, ilmu tertentu,
kesaktian, kekayaan, pangkat atau kemuliaan hidup lainnya yang secara
umum itu disebut laku prihatin dan tirakat untuk tujuan ngalap berkah atau untuk tujuan ngelmu gaib. Yang seperti itu tidak termasuk dalam pengertian laku prihatin yang dimaksudkan oleh Penulis di dalam tulisan ini.Bentuk-bentuk
tata laku puasa, prihatin dan tirakat orang-orang jawa jaman dulu
adalah berdasarkan sugesti kebatinan dan ketuhanan jawa. Walaupun tujuan
lakunya adalah juga untuk tujuan ngelmu gaib dan meminta berkah, tetapi
mereka selalu sadar untuk tidak
ngalap berkah, sesuai ajaran
ketuhanan yang mereka hayati dan sesuai ajaran turun-temurun leluhur
mereka. Bentuk laku yang secara umum mereka jalankan hanyalah yang
berdasarkan sugesti kebatinan dan ketuhanan saja. Sedangkan yang lakunya
jelas kelihatan hubungannya dengan "ngalap berkah" dan "ngelmu gaib"
dan ajaran dari perdukunan secara umum tidak mereka lakukan (atau orang
melakukannya sembunyi-sembunyi).
Laku prihatin dan tirakat yang
dijalankan sehari-harinya oleh orang-orang jawa adalah merupakan sikap
kebatinan dan ketuhanan mereka yang mereka wujudkan dalam perbuatan
nyata sehari-hari untuk lebih mendekatkan hati mereka dan menyelaraskan
jalan hidup mereka sesuai kepercayaan ketuhanan mereka, karena apa pun
agama yang mereka anut, orang jawa mempunyai kepercayaan sendiri tentang
Tuhan dan ketuhanan.
Karena itu laku-laku yang dimaksudkan khusus untuk tujuan ngalap berkah atau untuk tujuan ngelmu gaib tidak termasuk dalam pengertian laku prihatin orang-orang jawa yang dimaksudkan oleh Penulis di dalam tulisan ini.Laku prihatin orang-orang jawa itu yang
dijalani secara umum di masyarakat jawa dulu ajarannya didasarkan pada
sugesti kebatinan jawa. Pokok-pokok besar laku formal yang dijalani sbb :
1. Puasa Ngebleng.
2. Wetonan.
3. Mandi Kembang
Bentuk-bentuk formal laku puasa, prihatin dan tirakat di atas adalah laku budaya kebatinan
yang sudah umum dilakukan orang dalam masyarakat jawa sebelum
berkembangnya agama Islam di Jawa. Selain itu masih ada laku-laku lain yang sifatnya personal atau tambahan saja, misalnya puasa
mutih, tapa melek, sedekah bumi, atau laku-laku yang dianjurkan oleh
paguyuban-paguyuban kebatinan tertentu yang anggota dari paguyuban yang
lain belum tentu menjalankannya.
Tapa melek semalam biasanya
dilakukan oleh orang-orang tua yang akan melangsungkan hajat pernikahan
anaknya. Sambil menjalankan tapa melek itu sang orang tua memanjatkan
doa dalam hati supaya tidak ada kejadian yang mengganggu pernikahan anaknya. Biasanya dijalankan satu malam sebelum malam hajatan pernikahan anaknya.
Ada
juga Tapa Melek masal. Pada kejadian kemarau yang panjang orang-orang
dewasa sedesa bersama-sama menjalankan laku tidak tidur masal, biasanya 3
hari. Tidak menciptakan acara keramaian dan acara hiburan. Pada siang
harinya mereka berkumpul di balai desa atau di alun-alun desa. Pada
malam harinya mereka berkumpul di persawahan mereka sambil terus berdoa
menghadap ke timur kepada Tuhan di atas sana memohonkan berkah yang dari
Tuhan untuk sawah-sawah mereka.
Puasa Ngebleng.
Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa.
Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, batinnya.
Puasa umumnya dimulai saat subuh dan buka puasa saat mahgrib. Malam harinya bebas makan dan minum.Puasa 1 hari, berarti selama 1 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.Puasa 3 hari, berarti selama 3 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.Puasa 7 hari, berarti selama 7 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.Puasa ngebleng tidak seperti itu.
Puasa ngebleng secara sederhana bisa disebut puasa penuh 1 hari 1 malam (24 jam). Puasa ngebleng 1 hari berarti puasa penuh 1 hari 1 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.Puasa ngebleng 3 hari berarti puasa penuh 3 hari 3 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.Puasa ngebleng 7 hari berarti puasa penuh 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.Penjelasan hari jawa :
Dalam penanggalan Jawa, hari dimulai pada hari sebelumnya pukul 5 sore (pk.17.00) dan berakhir pada hari yang bersangkutan pukul 5 sore (pk.17.00).
Jadi, mulainya hari adalah hari sebelumnya pk.5 sore, dan batas akhir suatu hari adalah hari itu pada pk.5 sore.
Berarti
hari Senin dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Minggu pk.5 sore dan berakhir pada hari Senin tersebut pk.5
sore.Hari
Senin itu pada pk.6 sore (mahgrib) sudah terhitung sebagai hari Selasa, karena sudah melewati batas akhir hari Senin pk.5
sore.
Puasa ngebleng secara sederhana bisa disebut puasa penuh 1 hari 1 malam (24 jam), dijalankan berdasarkan hitungan hari jawa. Puasa ngebleng selalu dimulai pada awal hari jawa, yaitu pada pk.17.00.
Misalnya niat puasanya pada hari Senin :
1. Puasa ngebleng sehari, maka puasanya dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Minggu pk.5 sore dan
berakhir pada hari Senin tersebut pk.5
sore.
2. Puasa ngebleng 3 hari, artinya puasanya dijalankan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus, yaitu
puasa pada hari Senin itu sampai hari Rabu terus-menerus tanpa putus.
Hari Senin dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Minggu pk.5 sore.
Hari Rabu berakhir pada pk. 5 sore hari.
Jadi puasa ngebleng 3 hari itu dimulai pada hari Minggu pk.5 sore dan berakhir pada hari Rabu pk.5 sore.
Puasanya terus-menerus tanpa putus siang dan malam. Berbuka puasanya hari Rabu pk.5 sore.
Bisa juga puasa ngebleng dilakukan secara spontan. Misalnya hari ini adalah hari Senin, terbersit pikiran bahwa hari ini ingin puasa ngebleng. Karena puasanya didasarkan pada hitungan hari jawa maka puasanya harus dimulai pada awal hari, yaitu pada pk.17.00 sbb :
1. Berpuasa ngebleng sehari, maka puasanya dimulai pada sore hari Senin itu pk.17.00 dan berakhir pada
keesokan harinya pk.17.00.
2. Atau ingin puasa ngebleng 3 hari, maka puasanya dijalankan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus.
Misalnya hari ini adalah hari Senin.
Dalam hitungan hari jawa, hari Senin itu pk.17.00 berarti mulai masuk ke hari Selasa.
Berarti hitungan 3 hari puasanya itu adalah hari Selasa, Rabu dan Kamis.
Hari Selasa dimulai pada hari Senin itu pk.17.00
Hari Kamis berakhir pada pk.17.00 sore hari.
Jadi puasa ngebleng 3 hari itu dimulai pada hari Senin pk.17.00 dan berakhir pada hari Kamis pk.17.00.
Puasanya terus-menerus tanpa putus siang dan malam. Berbuka puasanya hari Kamis pk.17.00.
Tata
aturan menjalankan puasa ngebleng sama dengan menjalankan puasa weton.
Bedanya hanya pada hitungan hari puasanya saja, yaitu hari puasanya bisa
kapan saja, bisa hari apa saja, sesuai tujuan
niat menjalankannya, tidak harus pada hari weton kelahiran. Mengenai tata aturan menjalankannya silakan dibaca juga penjelasannya pada ulasan puasa weton di bagian bawah.
Puasa ngebleng adalah salah satu bentuk laku prihatin berdasarkan ajaran kebatinan jawa. Karena itu puasa ngebleng harus dijalankan dengan sugesti kebatinan, harus dijalankan dengan sikap hati berlaku prihatin, tidak bersenang-senang, tidak menonton
hiburan, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, tidak masuk ke
dalam situasi dan kondisi yang membuatnya lupa bahwa ia sedang berlaku
prihatin dan banyak berdoa menghadap ke timur dengan kesatuan hati difokuskan kepada Tuhan di atas sana.
Dalam menjalankan puasa ngebleng orang tetap dibolehkan melakukan aktivitas yang lain, hanya saja jangan sampai orangnya lupa bahwa ia sedang berlaku
prihatin. Selama menjalankan puasa ngebleng itu orangnya harus sadar
bahwa ia sedang berlaku prihatin. Dengan cara berprihatin ngebleng itu sukma orang yang
menjalaninya akan bereaksi menunjukkan kegaibannya, dan kegaiban dan
kekuatan sukma orangnya juga bisa meningkat signifikan. Bila hanya menjalankan formalitasnya
saja ia puasa ngebleng tanpa ada sugesti berlaku prihatin, kegaibannya akan
berbeda. K
arena pengaruhnya yang diharapkan adalah bersifat kegaiban roh /
sukma, bukan biologis, maka puasa ngebleng harus dijalankan dengan sugesti kebatinan. Jangan puas hanya dengan sudah terlaksananya formalitas puasa ngebleng atau hanya sekedar pernah dan mampu puasa ngebleng.
Puasa ngebleng juga melambangkan kekuatan
tekad dan niat seseorang untuk terkabulnya suatu keinginan. Bahkan banyak orang pada
jaman dulu yang melakukan tapa dan puasa ngebleng itu tidak akan
menghentikan tapa bratanya sebelum hajat keinginannya terkabul (sampai
turun wangsit bahwa permintaannya dikabulkan). Karena itu dalam menjalankan puasa ngebleng orang-orang jaman dulu itu akan melakukannya dengan cara menyepi, di dalam rumah tersendiri, di goa, di hutan atau di gunung, supaya tidak ada yang mengganggu.
Apa benar ada puasa ngebleng 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus ? Ada yang sanggup ?Bagaimana dengan puasa ngebleng 40 hari 40 malam berturut-turut tanpa putus. Siapa yang sanggup ?Ketika
seseorang berpuasa ngebleng, pada hari pertama puasanya ia akan
merasakan panas, lapar dan haus, sama dengan yang dialami orang lain
yang menjalani laku puasa biasa.Pada hari kedua, karena tidak juga ada makanan dan minuman yang
masuk ke dalam tubuhnya, pada hari kedua itu tubuhnya mulai membakar
cadangan makanan yang ada di dalam tubuhnya, air, lemak, protein, gula,
dsb, untuk dikonversi menjadi zat-zat makanan dan energi yang dibutuhkan
oleh sel-sel tubuhnya. Orang tersebut akan merasakan tubuhnya
panas, mungkin juga sampai menyebabkannya sulit tidur di malam hari
karena panasnya tubuhnya. Pada
hari ketiga puasanya panas tubuhnya mereda dan berkurang, rasa lapar dan haus
hilang. Yang terasa hanya tubuhnya saja yang lemas karena perutnya
kempis tak terisi makanan. Puasa
ngebleng pada hari ketiga itu, yang dilakukan oleh orang-orang yang
bersemedi atau menyepi (walaupun di dalam rumah), tidak menonton
hiburan, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, dan tekun berdoa /
berzikir / wirid, kegaiban sukmanya akan kuat sekali dan kegaibannya akan memancar
cukup jauh. Kegaiban itu kuat sekali sampai bisa menarik perhatian dari
roh-roh leluhurnya, sehingga disadari atau tidak olehnya, banyak roh-roh leluhurnya
yang mendatangi orang itu untuk mencaritahu apa tujuan dari lakunya itu dan
mereka akan membantu mewujudkan hajat niat dan keinginannya itu.Pada
hari ketiga itu, disadari ataupun
tidak olehnya, roh sukma orang tersebut juga menguat dan sukmanya
memancarkan aura energi gaib yang menyebabkan roh-roh gaib kelas bawah
tidak tahan berada di dekatnya, apalagi bila kekuatan sukmanya sudah
cukup tinggi.
Berbeda dengan puasa pada orang-orang yang menjalani ilmu gaib dan ilmu
khodam yang kondisi berpuasanya dapat memancing roh-roh gaib untuk
datang mendekat, pada puasa ngebleng ini justru pancaran gaib kekuatan
sukmanya akan mengusir keberadaan roh-roh gaib lain dari tubuhnya dan
dari sekitar orang itu berada. Khodam-khodamnya akan menjaga jarak.
Itu
baru puasa ngebleng 3 hari, belum yang 7 hari, apalagi puasa ngebleng
40 hari seperti yang biasa dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan dan
pertapa jaman dulu. Orang-orang yang terbiasa melakukan puasa ngebleng 40 hari itu, seperti tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu,
yang biasanya dijalankan sambil bermeditasi dan bertapa brata, akan
memiliki kegaiban dan kekuatan sukma yang luar biasa, yang bahkan
pancaran
energi kekuatan sukmanya menyebabkan roh-roh gaib kelas atas setingkat
dewa dan buto pun tidak tahan berada di dekatnya dan tidak akan berani
datang mendekat untuk maksud menyerang. Mereka juga kebal terhadap sihir
dan santet.
Pancaran gaib kekuatan sukma orang-orang
itu saat sedang menjalankan laku puasa (40 hari) dan tapa bratanya sangat
menghebohkan alam gaib. Di pewayangan pun diceritakan ketika ada
seseorang yang gentur dalam
laku puasa, tapa brata dan semedinya, kondisinya menyebabkan kahyangan panas
dan goncang, menyebabkan para dewa kepanasan tidak tahan sampai-sampai para
dewa mengutus orang lain atau bidadari untuk menghentikan / menggagalkan
tapa brata orang tersebut, dan mereka akan memberikan apa saja yang
diinginkan orang itu asal mau menghentikan tapanya.Kekuatan
dan kegaiban sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu
banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita dan mumpuni dalam ilmu kesaktian kanuragan, tetapi juga menjadikan sukma mereka penuh bermuatan gaib, sehingga kemampuan moksa
yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama
raganya ke alam roh tanpa lebih dulu mengalami kematian, adalah sesuatu yang
biasa. Bahkan orang-orang yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya banyak yang kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.Orang-orang
itu, karena kekuatan gaib sukmanya, tidak lagi membutuhkan mahluk halus untuk khodam
ilmunya. Kekuatan dan kegaiban sukmanya-lah
yang melakukannya. Sukmanya sendiri sudah menjadi khodam baginya. Tetapi bila ada sesosok gaib yang mau datang
untuk menjadi khodamnya, hanya gaib-gaib yang sepadan dengan kekuatan sukmanya saja yang akan datang menjadi pendampingnya,
bukan gaib-gaib umum kelas rendah yang tidak tahan dengan pancaran energi sukmanya.
Puasa ngebleng adalah salah satu cara untuk membangkitkan kegaiban sukma manusia. P
uasa ngebleng harus dilakukan dengan sugesti kebatinan, yaitu
dengan sikap hati berprihatin, menjauhi hiburan dan sikap bersenang-senang dan banyak
berdoa menghadap ke timur dengan kesatuan hati difokuskan kepada Tuhan di atas sana (baca :
Kebatinan Dalam Keagamaan dan
Sukma Sejati)
, bukan sekedar sudah terlaksananya formalitas puasa ngebleng,
karena pengaruhnya yang diharapkan adalah bersifat kegaiban roh /
sukma, bukan biologis. Dengan cara berprihatin itu sukma orang yang
menjalaninya akan bereaksi menunjukkan kegaibannya, dan kegaiban dan
kekuatan sukma orangnya juga bisa meningkat signifikan.
Puasa
ngebleng, apalagi yang puasanya berhari-hari, bukanlah jenis puasa
biasa yang orang-orang umum ringan melakukannya tanpa adanya niat dan
tekad yang khusus. Karena itu puasa ngebleng lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang
bergelut dalam
dunia kebatinan / spiritual dan tapa brata. Kegaiban dalam puasa ngebleng terkait dengan kegaiban yang berasal dari sukma manusia
sendiri (kegaiban dari kesatuan roh pancer dan sedulur papat), tidak berhubungan dengan kegaiban roh-roh lain dan khodam. Semakin gentur
laku puasa seseorang, semakin kuat sukmanya dan semakin kuat
kegaibannya. Karena itu p
uasa ngebleng tidak bisa disamakan atau diperbandingkan atau ditukar
dengan puasa bentuk lain,
karena sifat dan kegaibannya berbeda, dan tidak ada bentuk puasa lain yang kegaibannya menyamai atau melebihi puasa ngebleng. Tetapi puncak
kekuatan sukmanya itu hanya terjadi pada saat seseorang berpuasa
ngebleng, sedangkan pada hari-hari selanjutnya ketika sudah tidak lagi
menjalankan puasa kekuatan sukmanya itu akan menurun lagi. Karena itu
para penghayat kebatinan dan pelaku kebatinan kanuragan jaman dulu
menjadikan laku puasa ngebleng ini sebagai ritual yang selalu dilakukan
secara berkala. Juga dalam melatih keilmuannya atau ketika melatih suatu
ilmu baru akan dilakukannya sambil berpuasa ngebleng, sehingga kekuatan
dan kegaiban ilmunya tinggi.
Tetapi jika puasa ngebleng itu dilakukan oleh orang-orang yang
masih awam dalam dunia kebatinan dan kegaiban, mungkin kegaiban dari kekuatan sukmanya
itu tidak akan banyak dirasakannya. Walaupun begitu, pancaran kekuatan
sukmanya itu akan menjauhkannya dari roh-roh gaib yang sifatnya
mengganggu. Di sisi lain kegaiban sukmanya akan membuat kekuatan
niat / tekad dalam keinginan-keinginannya menjadi lebih mudah terwujud
dan ketajaman dan kepekaan batinnya akan semakin tinggi.Secara umum
kondisi sukma
manusia adalah lemah, bahkan masih lebih
lemah dibandingkan kuntilanak yang di alam gaib termasuk
jenis halus yang
paling lemah, sehingga sekuat apapun fisiknya orang akan mudah untuk
dipengaruhi atau diserang secara gaib, mudah terpengaruh ilmu
pengasihan, kewibawaan, pelet, penundukkan, juga gampang mengalami
kesambet, ketempelan dan ketempatan mahluk halus. Pada orang-orang yang rajin berpuasa ngebleng pancaran kekuatan
sukmanya akan menjauhkannya dari energi-energi dan roh-roh gaib yang sifatnya
negatif, terutama yang kekuatannya rendah yang seharusnya tidak sampai membuatnya terganggu. Tetapi
karena semakin banyaknya orang yang sudah meninggalkan dunia kebatinan, maka
puasa ngebleng ini juga semakin ditinggalkan. Bahkan para praktisi ilmu
gaib dan ilmu khodam (yang bukan kebatinan) sering mempermudah laku puasanya. Misalnya
untuk mendapatkan suatu ilmu gaib tertentu cukup puasa biasa saja dari
subuh sampai mahgrib, atau hanya puasa berpantang makanan tertentu saja,
yang dilakukan selama 3 hari, 7 hari, 21 hari, atau 40 hari, dan selama
berpuasa itu malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya.Selama
berpuasa di atas pada malam harinya orangnya diharuskan mewirid amalan
gaibnya,
tujuannya adalah sebagai usaha melatih memperkuat kemampuan seseorang
dalam mengsugesti ilmu gaib. Dengan berhari-hari mewirid suatu
amalan gaib diharapkan kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu
gaibnya akan kuat dan akan hapal mantranya diluar kepala. Pada orang-orang itu selama berpuasa dan
berzikir / wirid, tubuhnya akan memancarkan
energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang pikiran
tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah yang
sering mengundang datangnya sesosok mahluk halus tertentu kepada manusia
yang kemudian masuk ke dalam badan atau ke dalam kepalanya (ketempatan mahluk halus) atau si mahluk halus memposisikan diri di sampingnya menjadi khodam ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan
gaibnya, sehingga walaupun kemudian orangnya sudah tidak lagi rajin berpuasa dan
tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama khodamnya bersamanya,
kapan saja ilmunya itu diamalkan tetap akan berfungsi.
Jadi bisa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang sesosok
gaib untuk datang menjadi khodam maka laku puasanya adalah
puasa bentuk ini. Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang
datang kepada kita itu karena ada juga kejadian yang orangnya malah
menjadi gila atau mengalami gangguan jiwa karena pengisian khodam atau
karena adanya unsur pengaktifan khodam. Puasa jenis ini jelas
berbeda sekali dengan puasa ngebleng yang ketika seseorang
menjalankannya pancaran energi sukmanya justru menjauhkan mahluk-mahluk
halus dari dekatnya.
Implisit dalam tulisan di atas, rajinnya
orang berpuasa ngebleng yang sukma orangnya akan memancarkan energi yang
sifatnya menolak mahluk halus akan berguna bagi orang-orang yang di
kepalanya / badannya ketempatan mahluk halus, untuk mengusirnya pergi,
supaya mahluk halus tidak betah berdiam di dalam tubuhnya. Berguna juga
untuk orang-orang yang sering kesambet / ketempelan mahluk halus supaya
mahluk halus tidak mendekati dirinya. Tetapi bila mahluk halusnya
kekuatannya cukup tinggi, untuk mengusirnya, selain perlu sukma orangnya
juga berkekuatan tinggi, puasa ngeblengnya juga bukan hanya yang sehari
atau 3 hari saja atau melakukannya hanya sekali dua kali saja, mungkin
perlu puasa yang lebih keras lagi dari itu.
Wetonan (Puasa Weton).
Puasa weton (wetonan) adalah puasa untuk memperingati hari kelahiran seseorang sesuai laku dan tradisi dalam budaya jawa.
Puasa weton adalah jenis puasa ngebleng yang sudah umum dilakukan oleh orang-orang di masyarakat jawa pada hari
weton kelahirannya yang perhitungan waktu mulai berpuasa dan menutup puasa dilakukan berdasarkan hari kelahirannya dalam kalender jawa.Puasa
weton biasanya dilakukan orang dengan niat menjaga kedekatan hubungan
pancer (orangnya) dengan roh sedulur papatnya, supaya kuat sukmanya,
selalu peka rasa dan batin, peka firasat, peka bisikan gaib, untuk mendapatkan restu pengayoman dari para leluhurnya,
supaya hidupnya
keberkahan dan lancar segala urusan dan usahanya, atau untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya
penting.
P
uasa weton harus dilakukan dengan sugesti kebatinan, yaitu
dengan sikap hati berprihatin, menjauhi hiburan dan sikap bersenang-senang dan banyak berdoa menghadap ke timur dengan kesatuan hati difokuskan kepada Tuhan di atas sana (baca : Kebatinan Dalam Keagamaan),
bukan sekedar sudah terlaksananya formalitas berpuasa weton, karena
pengaruhnya yang diharapkan adalah bersifat kegaiban roh / sukma, bukan
biologis.
Laku puasa
tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka lebih 'bersih' dan
keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk
memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara
kembar gaib mereka yang biasa
disebut 'Sedulur Papat', sehingga lakunya berpuasa itu juga untuk memelihara 'berkah' indera keenam
seperti peka firasat, peka terhadap petunjuk gaib / pertanda, peka
tanda-tanda alam, dsb.
Kegaiban puasa weton terkait dengan kegaiban yang berasal dari sukma manusia
sendiri (kegaiban dari kesatuan roh pancer dan sedulur papat), tidak berhubungan dengan kegaiban roh-roh lain atau khodam.Puasa weton tidak bisa disamakan atau diperbandingkan atau ditukar
dengan puasa bentuk lain,
karena sifat dan kegaibannya berbeda. Informasi selengkapnya tentang Sedulur Papat silakan dibaca : Sedulur Papat Kalima Pancer.Dalam menjalankan puasa weton orang tetap dibolehkan melakukan aktivitas yang lain, hanya saja jangan sampai orangnya lupa bahwa ia sedang berlaku
prihatin. Selama menjalankan puasa weton itu orangnya harus sadar
bahwa ia sedang berlaku prihatin.
Sejak jaman dulu masyarakat dan spiritual Jawa meyakini bahwa setiap
manusia mempunyai saudara-saudara halus yang mendampinginya. Mereka tidak
kelihatan mata biasa. Mereka tergolong sebagai roh-roh halus. Saudara-saudara
halus ini banyak yang menyebutnya dengan istilah Saudara Kembar,
atau disebut juga Roh Sedulur
Papat.
Konsep tersebut secara umum dipercaya dan dihayati oleh masyarakat jawa. Dalam kehidupan sehari-harinya di masa sekarang pun banyak orang Jawa yang masih menjalankan laku prihatin dan tirakat tertentu untuk memelihara Sedulur Papat mereka.
Kepercayaan terhadap sedulur papat ini tatalaku dan ritualnya dimulai
ketika seorang ibu melahirkan bayi. Selain atas kelahiran anaknya itu
dilakukan syukuran / selametan, terhadap ari-ari si jabang bayi juga
dilakukan suatu "perawatan". Ada tatacara dan ritual tersendiri untuk
merawat dan menyimpan / memakamkan ari-ari anak, yang selain dibacakan
doa-doa, biasanya juga diberikan sesaji kembang, diberikan lampu
penerangan selama 7 atau 40 hari di tempat ari-ari dimakamkan, dan
dijaga supaya tidak diganggu hewan dan tidak langsung terkena hujan. Pada
hari-hari berikutnya biasanya sang orang tua akan tekun memelihara
sedulur papat anak-anaknya dengan cara pada hari weton masing-masing
anaknya (atau sebulan sekali) ia memberikan bubur merah putih atau
jajan pasar untuk dimakan oleh anak-anaknya itu
atau memberi kembang di makam ari-ari anak. Harapannya adalah
supaya anak-anaknya itu terpelihara tubuh dan sukmanya, sehat secara kejiwaan, sehat tubuhnya
tidak mudah sakit-sakitan, dan tidak ada masalah dalam hidupnya.
Setelah
anak-anaknya beranjak dewasa, maka anak-anaknya itu sendiri yang harus
memelihara sedulur papatnya sendiri dengan cara rajin berpuasa weton
setiap hari wetonnya (hari kelahirannya sesuai kalender jawa).
Sampai sekarang dalam masyarakat
Jawa masih ada kepercayaan dan tradisi yang dilestarikan untuk melakukan
semacam ritual, puasa dan doa dan memberi sesaji
untuk sedulur papat, seperti ritual / puasa wetonan,
dengan sesaji bubur merah-putih, atau jajan pasar, mandi kembang, atau memberi kembang di makam ari-ari anak, dsb.
Tradisi ini baik sekali bila dilakukan, supaya sukma orang yang bersangkutan terpelihara, sehat secara kejiwaan, sehat tubuhnya
tidak mudah sakit-sakitan, dan supaya lancar segala urusan hidupnya.
Bahkan ada juga orang yang secara khusus menyimpan ari-arinya (yang
sudah kering) di dalam lemari atau di dalam dompetnya dengan harapan
sedulur papatnya aktif mendampinginya dan membantunya dalam kehidupannya
sehari-hari.
Kepercayaan dasar atas laku
dan ritual di atas adalah pada adanya kepercayaan tentang roh sedulur
papat yang selalu mendampingi manusia sejak manusia itu lahir. Karena
itu orang jawa yang masih memelihara kepercayaan kejawen akan
menghormati kepercayaan itu, bahkan masih banyak yang tekun menjalankan
tatalaku dan ritual yang terkait dengan sedulur papat.
Puasa weton yang dilakukan
oleh orang-orang yang tidak memahami atau tidak meyakini keberadaan roh
sedulur papat kegaibannya tidak akan sebaik mereka yang melakukannya
dengan landasan kepercayaan pada adanya kebersamaan roh
sedulur papat. Keyakinan pada
keberadaan dan kebersamaan roh sedulur papat dengan pancer akan
memperkuat kegaiban sukma dan memperkuat interaksi roh sedulur papat
dengan roh-roh leluhur orangnya. Dalam kehidupannya sehari-hari kegaiban
sukma akan membantu dalam kemantapan bersikap, membantu membuka jalan
hidup dan menyingkirkan halangan dan kesulitan-kesulitan, dan interaksi
sedulur papat akan membantu peka rasa dan firasat, peka bisikan gaib,
mendatangkan ide-ide dan
ilham, peringatan-peringatan dan jawaban-jawaban permasalahan. Puasa weton adalah suatu laku yang berasal dari tradisi budaya jawa, dilakukan dengan berpuasa pada hari kelahiran
seseorang (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, Minggu) yang hari kelahirannya itu disesuaikan dengan hari pasaran jawa (legi, pahing, pon, wage atau kliwon). Dengan demikian hari weton kelahiran seseorang akan selalu berulang setiap 35 hari sekali.
Sesuai ajaran kebatinan jawa selama berpuasa itu orangnya berdoa di
malam hari kepada Tuhan di atas sana di luar rumah menghadap ke timur.
Penjelasan penetapan hari jawa :
Dalam penanggalan Jawa, hari dimulai pada hari sebelumnya pukul 5 sore (pk.17.00) dan berakhir pada hari yang bersangkutan pukul 5 sore (pk.17.00).
Jadi, mulainya hari adalah hari sebelumnya pk.5 sore, dan batas akhir suatu hari adalah hari itu pada pk.5 sore.
Berarti
hari Senin dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Minggu pk.5 sore dan berakhir pada hari Senin tersebut pk.5
sore.Hari
Senin itu pada pk.6 sore (mahgrib) sudah terhitung sebagai hari Selasa, karena sudah melewati batas akhir hari Senin pk.5
sore.
Hitungan hari kelahiran jawa :
Misalnya tanggal kelahiran 10 Juni 1970, pada penanggalan jawa harinya adalah Rabu Wage.
Sesuai
hitungan hari jawa di atas, maka hari kelahiran Rabu Wage 10 Juni 1970
itu berlaku untuk orang-orang yang lahir dalam rentang waktu antara 9
Juni 1970 pk.17.00 sampai dengan 10 Juni 1970 pk.17.00. Orang-orang itu, bila ingin puasa weton, yang dijadikan patokan hari kelahirannya adalah hari Rabu Wage.
Sedangkan orang-orang kelahiran 10 Juni 1970 pada
malam hari (melewati pk.17.00), berarti hari kelahiran jawa orang itu
bukan Rabu Wage, tetapi adalah Kamis Kliwon, karena waktu (jam)
kelahirannya sudah melewati batas akhir hari Rabu Wage pk.17.00, sudah
masuk ke hari Kamis Kliwon. Orang-orang itu, bila ingin puasa weton,
yang dijadikan patokan hari jawa kelahirannya adalah Kamis Kliwon, bukan
Rabu Wage.
(Mengenai hitungan hari kelahiran jawa ini silakan
dicari pada program primbon hari kelahiran di internet. Sesudah itu
tinggal anda sesuaikan hari jawanya dengan jam kelahiran anda apakah
pagi hari, siang hari atau malam hari. Lebih baik lagi bila programnya
itu bisa didownload).
Beberapa hitungan hari dalam puasa weton sbb :1. Puasa weton sehari. Puasa weton sehari ini adalah yang secara umum dilakukan orang dalam budaya Jawa.
Puasanya 1 hari Jawa (sehari semalam, 24 jam). Misalnya hari kelahirannya adalah Selasa Pahing,
maka puasanya dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Selasa
Pahing tersebut pk.5
sore.2. Puasa weton 3 hari (puasa apit weton - hari weton diapit di tengah). Puasa weton 3 hari biasanya dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang kejadiannya
tidak terjadi setiap hari. Puasa weton 3 hari dilakukan selama 3 hari jawa terus-menerus tanpa putus, yaitu puasa pada hari wetonnya
ditambah 1 hari sebelumnya dan 1 hari sesudahnya, sehingga total puasa menjadi 3 hari jawa terus-menerus
(3 x 24 jam). Hari wetonnya diapit di tengah.
Puasa weton 3 hari (puasa apit weton) ini mempunyai efek kegaiban mirip seperti puasa ngebleng 3 hari. Misalnya kelahiran Rabu Kliwon, maka puasanya dijalankan selama 3 hari, yaitu Selasa, Rabu Kliwon dan Kamis terus-menerus tanpa putus. Hari Selasa dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Senin pk.5 sore.
Hari Kamis berakhir pada pk. 5 sore hari.
Jadi puasa weton Rabu Kliwon 3 hari itu dimulai pada hari Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Kamis
pk.5 sore. Puasanya terus-menerus tanpa putus siang dan malam. Berbuka puasanya
hari Kamis pk.5 sore. 3. Puasa weton 3 hari selama 7 kali berturut-turut (7 kali puasa apit weton). Artinya, puasanya dijalankan selama 3 hari jawa terus-menerus tanpa putus dan dilakukan selama 7 kali
berturut-turut tanpa putus (selama 7 bulan jawa berturut-turut). Jenis puasa ini biasanya dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang bukan sesuatu
yang biasa terjadi sehari-hari dan waktu pencapaiannya agak panjang (pada masa depan), atau untuk
keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang berat, yang kadarnya tinggi, yang bagi seseorang sulit
untuk dicapai dengan usaha yang normal (biasanya disertai nazar), sehingga diperlukan suatu laku tambahan
demi terkabulnya keinginannya itu, yaitu puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahirannya dan
dilakukan selama 7 kali (7 bulan jawa)
berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup (tumpengan), selametan atau syukuran atas berhasilnya dirinya menunaikan hajat berpuasa itu. Sesudah puasa 7 kali itu tercapai, bulan-bulan berikutnya tetap puasa wetonan.
Misalnya kelahiran Rabu Kliwon, maka puasa weton 3 hari setiap Rabu Kliwon itu dilakukan terus-menerus selama 7 kali berturut-turut (7 bulan
jawa) tanpa putus.
Sesuai ajaran kejawen, saat memulai puasa weton dan pada malam hari
selama berpuasa berdoalah menghadap ke timur di luar rumah kepada Tuhan di atas sana. Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap
syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan puasanya. Mudah-mudahan Tuhan memberkahi.
Puasa
weton menjadi sempurna bila dimulai dengan mandi keramas (dengan shampo) dan pada penutupan puasanya dilakukan pemberian
sesaji untuk roh sedulur papat dan pancer sebagai berikut (salah satu) :1. Terbaik, mandi kembang telon atau kembang tujuh rupa, guyuran basah semua dari kepala sampai ke kaki.2. Kedua terbaik, makanan / kue jajan pasar 7 macam, dimakan sebagai makanan berbuka puasa.3. Ketiga terbaik, bubur merah putih, yaitu bubur tepung beras (bubur sumsum) yang diberi gula jawa cair,
dimakan sebagai makanan berbuka puasa.Dengan
demikian yang disebut puasa weton (wetonan) itu adalah satu kesatuan
puasa weton + mandi kembang telon atau sesaji lain seperti disebutkan di
atas.
Tetapi wetonan tanpa mandi kembang telon / tujuh rupa atau jajan pasar tidak apa-apa, boleh-boleh saja.
Sesaji
kembang telon / tujuh rupa atau jajan pasar itu bukanlah keharusan. Itu
hanya
diperlukan bila kita menginginkan kesempurnaan dari laku kita itu.
Karena itu bila diinginkan kesempurnaan dari anda menjalankan puasa
weton sebaiknya pada penutupan puasanya anda memberikan sesaji untuk roh
pancer dan sedulur papat anda supaya kegaiban wetonan anda itu lebih
sempurna, bukan sekedar berpuasa saja.
Puasa weton adalah salah satu sarana pemberian perhatian seseorang kepada roh sedulur
papatnya dan menjadi sarana memperkuat kesatuan antara seseorang (pancer) dengan roh
sedulur papat dan roh para leluhurnya.
Mandi
kembang menjadi sarana pemberian perhatian seseorang kepada roh sedulur
papatnya, "memandikan" / membersihkan roh pancer dan sedulur papatnya
yang hasil akhirnya akan juga "membersihkan" orang itu sendiri dari
aura-aura negatif tubuh dan sukmanya dan "membersihkan" hidupnya dari
kesulitan-kesulitan yang berasal dari dirinya sendiri. Kegaiban yang
berasal dari kesatuannya dengan roh
sedulur papatnya akan membantu membukakan jalan hidupnya dan membuat keinginan-keinginannya menjadi semakin mudah terwujud.Bagi
yang niat wetonan, tapi tidak sempat menjalankan puasanya atau
berhalangan, cukup mandi kembang saja, bisa pagi hari, bisa siang atau
sore hari, dan berdoa tulus kepada Tuhan di luar rumah menghadap ke
timur.
Puasa weton terkait dengan kepercayaan pada kegaiban sukma (kepercayaan pada kesatuan dan kebersamaan pancer dan roh sedulur
papat).
Biasanya dijalankan untuk menjaga kedekatan hubungan orangnya dengan para roh sedulur
papatnya,
supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, dan untuk mendapatkan restu pengayoman dari para leluhurnya, supaya hidupnya
keberkahan dan lancar segala urusannya, atau untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya
penting. Puasa weton tidak bisa disamakan, digantikan atau ditukar
dengan puasa bentuk lain,
karena sifat dan kegaibannya berbeda.
Puasa weton (wetonan) adalah salah satu laku budaya kebatinan
yang sudah umum dilakukan dalam masyarakat jawa. Tetapi sehubungan
dengan adanya pengaruh budaya Islam dalam masyarakat jawa, orang-orang
jawa saat ini yang masih melakukan puasa weton ini sudah tidak lagi menjalankannya sesuai
aslinya ajaran jawa, yaitu dengan puasa ngebleng, tetapi melakukan
puasanya sama dengan puasa biasa saja, yaitu puasa dari subuh sampai
mahgrib saja. Sekalipun laku puasa weton yang dipengaruhi budaya Islam itu masih memberikan kegaiban,
tetapi sudah tidak lagi besar seperti seharusnya, bahkan banyak orang yang tidak lagi dapat merasakan kegaibannya sehingga
kemudian
tidak lagi melakukannya, kemudian digantikannya dengan puasa Senin -
Kamis, puasa mutih, atau puasa berpantang makanan tertentu saja.
Mandi Kembang.
Yang dimaksud di dalam ulasan tentang mandi kembang ini adalah mandi
kembang telon dan mandi kembang tujuh rupa / kembang setaman.
Kembang-kembang
yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum
layu, apalagi kering. Sebelum digunakan mandi biarkan selama 1 menit
kembang-kembang itu terendam dulu di dalam air. Kemudian air dan
kembangnya diaduk supaya aura energi kembang-kembangnya larut merata di
dalam air. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat
hidup lebih 'keberkahan'.
Mandi kembang bisa
dilakukan kapan saja, bisa pagi hari, siang hari, sore atau malam hari.
Biasanya dilakukan terakhir, dijadikan mandi akhir. Sebelumnya orangnya
mandi
keramas biasa. Sesudah mandi
keramas barulah mandinya itu diakhiri dengan ia
mandi kembang. Sebelum atau selama mandi kembang orangnya memanjatkan doa kepada
Tuhan di atas sana tentang apa yang diharapkannya dari ia menjalankan mandi kembang itu.Mandi kembang adalah
juga suatu laku ritual yang sudah sangat umum dilakukan oleh
orang-orang jawa. Tujuan dari mandi kembang adalah
supaya aura energi
dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura / energi negatif di dalam tubuh
seseorang menjadi positif, dan supaya aura tubuh dan
wajah menjadi lebih bersih
dan membuatnya lebih bercahaya.
Mandi kembang juga menjadi sarana seseorang memberikan perhatiannya kepada roh pancer dan sedulur
papatnya, "memandikan" / membersihkan roh pancer dan sedulur papatnya
yang hasil akhirnya akan juga "membersihkan" roh / sukma orang itu sendiri supaya bersih dari
aura-aura yang negatif.
Hasil akhir dari kebiasaan mandi kembang
itu akan membuat aura tubuh dan wajahnya menjadi lebih bersih dan lebih
bercahaya, akan tampak sebagai sesuatu yang berbeda dibanding
orang-orang lain yang tidak biasa mandi kembang. Orang akan senang saat
memandang wajahnya dan saat berdekatan dengannya. Di sisi lain kegaiban
dari kesatuan pancernya dengan roh
sedulur papatnya akan membantu membukakan jalan hidupnya, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di
dalam tubuh dan membuat keinginan-keinginannya menjadi semakin mudah terwujud.
Tetapi yang menjalankan mandi kembang ini (dan luluran dan perawatan badan lainnya) sebagai tradisi sehari-hari umumnya
hanyalah orang-orang dari keluarga ningrat saja, bukan
rakyat biasa.
Rakyat biasa tidak menjadikan mandi kembang
sebagai kegiatan sehari-hari, bukan karena mereka tidak tahu manfaatnya, tetapi karena mandi kembang itu dianggap sebagai
sesuatu yang "tinggi", mewah, yang sehari-harinya hanya pantas dilakukan oleh
kalangan terhormat saja, apalagi luluran, dan sebagai rakyat biasa, karena kebiasaan mereka untuk selalu merendah,
mereka malu untuk melakukan sesuatu yang seharusnya hanya pantas untuk
dilakukan oleh kalangan terhormat saja (tapi mereka akan melakukannya
sembunyi-sembunyi bila ingin melakukannya).
Rakyat biasa
menjalankan ritual mandi kembang biasanya hanya pada acara-acara tertentu saja,
seperti calon penganten yang akan melangsungkan pernikahan.
Sehari-harinya secara umum mereka tidak menjalankan mandi kembang. Sedangkan setiap
mereka berpuasa weton biasanya mereka juga tidak mandi kembang, tapi
hanya memberikan kembang telon di makam ari-ari mereka.
Keluarga
ningrat menjadikan mandi kembang sebagai kegiatan sehari-hari, dan
memang sudah seharusnya begitu. Sebagai kalangan terhormat mereka memang
harus selalu menjaga penampilan mereka dan bisa setiap hari mereka merawat tubuh mereka. Dan penampilan mereka
sehari-hari memang tampak berbeda dibanding orang yang umum. Kulit tubuh dan
wajah mereka lebih bersih, lebih putih dan lebih terang. Tubuh dan
pakaian mereka harum semerbak. Pakaian-pakaian bersih mereka di lemari
selalu diasapi dupa supaya selalu wangi. Rumah mereka pun selalu
menyebarkan bau harum dupa wangi.
Tetapi dupa yang dimaksud di
atas tidak sama dengan dupa yang untuk sesaji keris atau untuk ritual
gaib. Dupanya khusus untuk manusia atau rumah atau pakaian, berfungsi
sebagai minyak wangi di jaman sekarang ini. Mungkin perlu juga kita coba
caritahu jenis dupa apa yang biasa dipakai oleh keluarga keraton jaman
sekarang ini dalam ritual mereka mandi kembang atau untuk calon
penganten.
Karena itulah pada jaman dulu itu rakyat biasa, bahkan juga seorang ningrat, akan
selalu curi-curi pandang saat ada orang ningrat yang lewat di dekat
mereka, karena penampilan dan sinar wajahnya memang berbeda dibanding
orang biasa. Ada sesuatu yang berbeda yang bukan sekedar aslinya
fisiknya yang cantik / ganteng. Wajahnya memancarkan kharisma tersendiri yang indah dipandang mata.
Tetapi mandi kembang, luluran, facial, dsb, sekarang ini pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern.
Hanya saja kembang-kembang yang digunakan tidak sama dengan mandi
kembang orang jawa dulu, tetapi sudah mengikuti budaya barat, yaitu
kembang mawar merah atau mawar putih dan kembang-kembang lain. K
embang-kembang itu juga mengandung kegaiban, tetapi kadarnya masih lebih rendah dibanding kembang telon dan kembang tujuh rupa.Penjelasan tentang kembang sesaji :
Di
dalam halaman ini ada digunakan istilah kembang telon dan kembang
setaman / tujuh rupa yang umum dijadikan bahan sesaji atau untuk bahan
mandi kembang.
Di seluruh dunia ada banyak kebudayaan yang sering
menggunakan kembang-kembang tertentu untuk keperluan yang berhubungan
dengan kebatinan - spiritual dan kegaiban, tetapi tidak banyak orang
yang mengetahui dengan benar jenis kembang apa saja yang mengandung
kegaiban dan cocok untuk dijadikan sesaji, termasuk untuk keperluan
mandi kembang.
Begitu juga di Jawa, tidak banyak orang yang sungguh-sungguh mengetahui jenis kembang apa saja yang
mengandung kegaiban dan cocok untuk dijadikan sesaji atau untuk
keperluan mandi kembang, termasuk penjual kembangnya sendiri yang menjual kembang-kembang untuk keperluan / ritual kegaiban.
Pengetahuan tentang jenis-jenis kembang untuk sesaji kebanyakan berasal dari
tradisi atau pengetahuan yang ditularkan dari mulut ke mulut saja,
tidak sungguh-sungguh orang-orangnya mengerti sisi kegaiban
kembang-kembang itu, sehingga mereka tidak mengetahui dengan benar apa
saja kembang yang benar untuk menjadi bahan sesaji atau untuk mandi
kembang.
Penulis menemukan bahwa kembang-kembang yang cocok
untuk keperluan kegaiban, untuk menjadi sesaji atau untuk mandi kembang,
hanyalah kembang kantil, kenanga, melati, mawar merah, mawar putih dan
cempaka. Mungkin masih ada kembang lain yang cocok juga untuk urusan
kegaiban, tetapi Penulis belum menemukannya.
Penulis juga banyak
mendengar cerita
tentang kembang-kembang sesaji yang lain, misalnya kembang sedap malam,
daun pandan, kembang sereh, air kelapa, dsb. Tetapi sepengetahuan
Penulis itu bukanlah bahan-bahan yang cocok untuk sesaji. Mungkin
itu hanya cocok untuk keperluan ilmu gaib atau untuk keperluan dengan
mahluk halus tertentu saja. Sedangkan untuk sesaji yang bersifat umum
adanya tambahan campuran / komposisi kembang-kembang yang tidak cocok justru bisa
"merusak" sesaji, menjadikan sesajinya tidak berfungsi secara kegaiban. Tentang itu, dengan kepekaan rasa atau dengan cara menayuh seperti dicontohkan di tulisan berjudul Ilmu Tayuh Keris kita bisa mencaritahu sendiri kebenarannya.
Dengan demikian sebaiknya jangan kita asal mengikuti kata orang. Adanya tambahan kembang-kembang
lain selain yang sudah Penulis sebutkan di atas justru bisa merusak
"rasa" sesaji, menjadikan sesajinya tidak berfungsi secara kegaiban.
Ibaratnya, jika sesajinya itu adalah untuk mahluk halus, mahluk
halusnya menjadi merasa "terganggu" dengan "rasanya", atau malah menjadi
tidak doyan. Sama kondisinya dengan kita asal saja mencampurkan bumbu
masakan yang malah menjadikan masakannya tidak enak rasanya. Mungkin
kembang-kembang tambahan itu hanya cocok sebagai sesaji dalam
rangka pengamalan ilmu gaib saja sesuai persyaratan ilmunya, atau untuk
mahluk halus tertentu saja, bukan untuk sesaji yang umum.
Di bawah ini disampaikan pengertian
yang benar tentang kembang telon dan kembang setaman / tujuh rupa.
Yang dimaksud kembang telon adalah 3 jenis kembang, yaitu kembang kantil, kenanga dan melati.Jika digunakan untuk mandi kembang, sebelumnya
biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di
dalam seember air. Kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam
air. Sesudah itu barulah air kembang itu digunakan mandi guyuran dari kepala basah semua sampai kaki.
Yang dimaksud kembang setaman / tujuh rupa adalah 6 jenis kembang, yaitu kembang kantil, kenanga dan melati, mawar merah, mawar putih dan cempaka, ditambah asap bakaran dupa.
Jika digunakan untuk mandi kembang, sebelumnya
biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu basah terendam di
dalam seember air. Kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam
air. Sesudah itu barulah air kembang itu digunakan mandi
guyuran dari kepala basah semua sampai kaki. Dupanya digunakan juga
untuk mengasapi tubuh (sesudah mandi).
Jika digunakan untuk sesaji pusaka,
kembang-kembangnya diletakkan di dekat pusaka-pusakanya, atau
pusaka-pusakanya diletakkan di atas kembang-kembang itu. Dupanya
digunakan juga untuk mengasapi pusaka-pusakanya atau dibakar diasapkan
di dekat pusaka-pusakanya.
Kembang telon, yang unsurnya adalah kembang kantil, kenanga dan melati,
sifatnya standar, mengandung kegaiban yang lebih dibandingkan
kembang-kembang lain dan mahluk halus dan sedulur papat manusia umumnya
suka.
Sedangkan kembang setaman / tujuh rupa sifatnya opsional, tidak wajib.
Jika komposisinya tepat seperti yang disebutkan di atas, sisi kegaiban
kembang setaman / tujuh rupa itu lebih baik daripada kembang telon.
Tetapi jika campuran / komposisinya berbeda, itu malah bisa menjadikan
sesajinya tidak berguna.
Seringkali bila kita membeli kembang telon atau kembang tujuh rupa akan diberi
campuran bermacam-macam kembang, karena penjualnya sendiri belum tentu tahu
persis apa yang dimaksud sebagai kembang telon atau kembang tujuh rupa. Biasanya
akan disamakan dengan kembang-kembang yang untuk ziarah ke pemakaman. Karena itu lebih baik
kita sendiri yang menyebutkan nama-nama kembangnya yang kita inginkan supaya
hanya kembang-kembang itu saja yang diberikan kepada kita.
Karena
itu jika anda ingin membeli kembang telon atau kembang setaman / tujuh
rupa, mintalah hanya kembang-kembang yang disebutkan di atas itu saja,
supaya kembang-kembang yang anda beli itu benar-benar bermanfaat secara
kegaiban.
Mengenai seberapa banyak kembang-kembang yang kita
perlukan untuk sesaji atau untuk mandi kembang silakan ditentukan
sendiri jumlahnya yang dianggap cukup untuk keperluannya.
Tips :Mandi kembang yang ideal adalah dengan lebih dulu
kembang-kembangnya dibiarkan 1 menit basah terendam di
dalam seember air. Sesudah diaduk supaya aura energi kembang-kembangnya larut merata di dalam
air, air berikut kembangnya digunakan mandi guyuran dari
kepala basah semua sampai kaki. Sebelum, selama dan sesudah mandi
kembang hati dan pikiran kita harus bersih, termasuk bersih dari rasa
takut ketahuan mandi kembang.
Tetapi secara umum pada masa
sekarang ada rasa ketidak-nyamanan (takut ketahuan) ketika kita akan mandi kembang,
karena kesan kleniknya. Tips alternatif dari Penulis untuk para pembaca
yang berniat mandi kembang, supaya tidak kelihatan mencolok kalau kita
mandi kembang
:1. Sebelum mandi kembang lubang pembuangan
air di kamar mandi ditutup saja dulu dengan sesuatu yang bisa menahan
kembang-kembangnya supaya tidak ikut keluar bersama air mandi. Sesudah
mandi kembang-kembang di lantai kamar mandi dikumpulkan dan dimasukkan
ke dalam bungkus plastik hitam.
2. Sesudah
kembang-kembangnya dibiarkan 1 menit terendam di
dalam seember air dan sesudah diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam
air, sebelum dipakai mandi kembang-kembangnya disingkirkan dulu dengan cara diambil dari dalam air dan dimasukkan ke dalam plastik hitam. Sesudah itu barulah air kembangnya digunakan mandi guyuran dari kepala basah semua sampai kaki.
Dalam tips yang ke 2 di atas, sebelum digunakan mandi guyuran kembang-kembangnya sudah lebih dulu diambil dari
dalam air
dan dimasukkan ke dalam tas plastik. Cara itu lebih aman karena tidak
ada kembang yang akan tercecer di lantai kamar mandi atau hanyut keluar
terbawa air bekas mandi. Tetapi secara kegaiban tips no.1 di atas lebih
baik daripada tips yang no.2.
Sesudah mandi kembang mungkin ada
rasa tidak nyaman karena ada rasa lengket di kulit dan di rambut.
Sepuluh menit kemudian kita bisa mandi lagi dengan sabun mandi. Tetapi
untuk keramas dengan shampoo sebaiknya dilakukan satu jam kemudian.
Kalau rajin berpuasa, mandi kembang sebaiknya dilakukan sebagai penutup puasa, sebagai pelengkap.
Sebelum berpuasa cukup mandi keramas biasa saja.
Penting :
Jika
seseorang pernah ketempelan, kerasukan atau ketempatan mahluk
halus berenergi negatif, dan sudah pernah dibebaskan / dibersihkan,
sebaiknya ia rajin
mandi kembang telon untuk membersihkan dirinya dari sisa-sisa energi
negatif mahluk halusnya itu supaya sisa-sisa energinya itu tidak
memancing
mahluk halus berikutnya untuk masuk bersemayam juga di dalam tubuhnya (baca : Pengaruh Gaib Thd Manusia).
Orang-orang yang sering berpuasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan batinnya akan meningkat. Orang-orang
yang sering tirakat dan ziarah makam biasanya juga akan
banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak.
Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari
lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya makam dan situs-situs keramat), atau
juga dari roh-roh leluhur. Selain yang bersifat
puasa ngebleng, jenis puasa lain biasanya tidak banyak berpengaruh
terhadap kekuatan sukma, pengaruhnya lebih banyak dirasakan bersifat
biologis dan psikologis, berupa ketahanan fisik dan mental untuk terbiasa menahan
rasa lapar dan haus, tetapi tidak diimbangi dengan meningkatnya
kekuatan sukma. Jika
orang-orang tersebut tidak terbiasa olah energi (misalnya pelatihan
olah nafas tenaga dalam), pada orang-orang tersebut seringkali terjadi tubuhnya "meradang", tubuhnya memancarkan hawa panas, karena adanya ketidak-stabilan pasokan energi dari makanan, yang
efeknya kurang baik untuk kesehatan, karena bisa memudahkan sakit panas
dalam dan mengundang sakit-penyakit yang berkaitan dengan sakit panas
dalam, seperti flu, batuk, pilek, radang tenggorokan, dsb.
Orang-orang tersebut di atas sebaiknya sering melakukan mandi kembang, lebih bagus lagi berendam di air
kembang, untuk
membersihkan aura-aura negatif yang berasal dari dirinya sendiri ataupun
aura negatif yang menempel di tubuhnya yang berasal dari tempat-tempat
lain atau dari roh-roh lain, supaya
terselaraskan menjadi positif. Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya
mandi kembang bagi mereka juga sama, supaya energi-energi negatif
terselaraskan menjadi positif, jangan sampai bertambah kuatnya batinnya
juga menambah kuat aura-aura negatif di dalam dirinya. Mandi kembang ini juga berguna supaya pancaran panas tubuh menjadi lebih sejuk dan mengurangi efek panas
dalam.
_______
Pemahaman Kebatinan Laku Prihatin dan Tirakat
Tulisan tentang laku prihatin dan tirakat di halaman ini adalah dalam konteks budaya kebatinan jawa. Masing-masing
bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai tujuan dan kadar kegaiban
sendiri-sendiri yang dapat dirasakan oleh para pelakunya, dan mempunyai
kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan niat laku
pelakunya. Dan apa yang terjadi pada seseorang belum tentu akan sama dialami juga oleh orang lain.
Puasa
dan laku prihatin yang asli jawa bersifat kebatinan, tidak sama dengan yang untuk tujuan ngalap berkah atau untuk ngelmu gaib. Apapun yang anda lakukan semuanya akan bermuara pada kadar kegaiban yang
akan anda alami sendiri. Kadar kegaiban yang anda alami akan semakin tinggi bila anda
menghayati lakunya. Karena itu banyak orang yang sengaja menambah-nambahi lakunya
supaya kadar kegaibannya semakin tinggi, terutama yang niat lakunya adalah untuk
ngelmu gaib dan untuk ngalap berkah.
Yang umum dilakukan orang dalam budaya jawa yang asli :
Untuk keperluan sehari-hari, misalnya untuk mempermudah
jalan hidup, cukup rajin puasa weton 1 hari, atau bisa juga mandi kembang saja (bisa hari apa saja sekali
sebulan).
Dalam
hal menjaga supaya hidupnya selalu 'keberkahan', dimudahkan
jalan hidup, usaha dan kerejekiannya dan dijauhkan dari
kesulitan-kesulitan, puasa ngebleng wetonan adalah yang terbaik,
dilakukan setiap bulan selama 1 hari 1 malam pada hari weton kelahiran seseorang
(wetonan) dan ditutup dengan mandi kembang.
Untuk
keperluan sehari-hari untuk mempermudah
jalan hidup dan mengejar sesuatu yang diinginkan, misalnya untuk
kemantapan bekerja dan perbaikan posisi / karir, cukup puasa weton 1
hari saja
secara rutin setiap bulan. Lebih baik lagi jika disertai dengan mandi
kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.
Dalam
hal keinginan terkabulnya suatu hajat / keinginan khusus, sesuatu yang
kejadiannya tidak terjadi setiap hari, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3
hari 3 malam pada
hari weton kelahiran seseorang (puasa apit weton).
Dalam hal keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang disertai
nazar, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada
hari weton kelahiran seseorang, dilakukan selama 7 kali (7 bulan)
berturut-turut tanpa putus (7 kali puasa apit weton) dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji
penutup, atau acara tumpengan syukuran.
Dalam
hal mencari suatu petunjuk gaib / wangsit, puasa ngebleng adalah yang
terbaik. Biasanya dilakukan selama
3 hari 3 malam tanpa putus (puasa ngebleng 3 hari), hari Selasa Kliwon atau Jum'at Kliwon diapit di
tengah, dan berdoa di malam hari di tempat terbuka menghadap ke timur.
Dan sesuai ajaran kejawen, saat memulai puasa berdoalah di luar rumah menghadap ke timur.
Begitu juga pada malam hari
selama berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur.
Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap
syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan hajat puasanya. Lebih baik lagi jika ritual puasanya diawali dengan mandi dan keramas (shampo) dan ditutup dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.Jangan lupa baca doa niat kepada Tuhan di atas sana :
sebelum mandi kembang :
Ya Allah, niat saya mandi kembang untuk membersihkan diri saya dari pengaruh dan hal-hal negatif
dalam diri saya dan untuk ......................
atau niat puasa mutih :
Ya Allah, niat saya puasa mutih untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya
................ dan untuk ..................
atau niat puasa weton :
Saudara-saudara kembarku para roh sedulur papat, aku berpuasa untukmu.
Ya Allah, niat saya puasa weton untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya
................ dan untuk ..................
Ya Allah berkahilah saya.
Amin.
Semua bentuk laku prihatin dan tirakat hanya akan bermanfaat bila ada
maksud
dan tujuannya, kalau tidak ya .... hanya menyiksa tubuh saja, hanya
lapar dan
haus saja yang didapat. Karena itu sebelum dan selama melakukan laku
tersebut kita harus selalu fokus pada tujuan lakunya dan berdoa tulus
akan niat
dan tujuannya. Tetapi suatu
laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan
rutin, walaupun dilakukan tanpa tujuan yang khusus, akan dapat menjadi upaya memperkuat kebatinan manusia, supaya kuat batinnya, mampu mengatasi
belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu
duniawi, dan sebagai upaya membersihkan hati dan mencari
keberkahan pada jalan hidup. Hasilnya akan lebih baik lagi bila sebelum
dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa tentang niat
dan tujuan / harapan-harapannya yang ingin dicapainya dengan lakunya itu.
Mengenai
apa saja perubahan yang terjadi pada diri kita sesudah kita
menjalaninya hanya kita sendiri saja yang bisa merasakan perubahannya.
Dalam
menjalankan laku puasa atau laku prihatin seharusnya kita sudah lebih
dulu menentukan tujuan dari laku kita itu, sehingga sesudahnya kita bisa
merasakan sendiri perbedaannya sebelum dan sesudah menjalankannya.
Dalam
melakukan laku-laku prihatin dan tirakat di atas akan baik sekali bila
dilakukan dengan menyendiri / menyepi (di dalam rumah) diisi dengan banyak berdoa, keluar rumah pada
malam hari di tempat terbuka dan tidak mendatangi
tempat-tempat keramaian dan tidak menonton hiburan atau tempat dan
situasi lain yang membuat kita lupa bahwa kita sedang berprihatin.
Manfaat dari suatu laku
hanya akan didapatkan bila dilakukan dengan niat dan tujuan tertentu.
Tanpa adanya niat dan tujuan, maka perbuatan itu hanya akan menjadi
perbuatan yang sia-sia. Berdoalah kepada Tuhan memohon tercapainya
tujuan dari laku tersebut pada awal dan selama anda menjalankannya.
Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman /
kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura
negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih
dan lebih bercahaya, yang berguna untuk
membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang
berasal dari aura negatif di dalam tubuh.
Mandi kembang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang
yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum
layu, apalagi kering. Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit
kembang-kembang itu terendam dulu di dalam air. Kemudian air dan
kembangnya diaduk supaya aura energi kembang-kembangnya larut merata di
dalam air. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang
lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat
hidup lebih 'keberkahan'. Ada
beberapa pertanyaan serupa dari para pembaca mengenai hari, bentuk laku
prihatin dan puasa, dan isi doa yang harus dilakukan seseorang untuk
masing-masing keperluan / hajatnya. Secara inti garis besarnya kami jelaskan sebagai berikut.
Tulisan tentang laku prihatin, puasa dan tirakat di atas adalah dalam konteks tradisi masyarakat jawa yang
ingin hidupnya selalu keberkahan, selamat dan sejahtera dalam lindungan
Tuhan. Jadi bentuk laku puasanya dan hari-hari puasanya adalah berdasarkan tradisi jawa.Untuk
masing-masing orang, Penulis tidak bisa menentukan hari apa yang terbaik
suatu laku prihatin, tirakat dan puasa harus dilakukan, karena semuanya tergantung pada tujuan
dari niat dan lakunya.
Sebagai
acuan dasar, sesuai tradisi jawa, kita bisa melakukannya pada hari weton
kelahiran kita sendiri. Tetapi
diluar itu, karena bersifat kebatinan, maka sebaiknya kita juga peka rasa, kita sendiri yang menentukan
waktu dan bentuk lakunya sesuai panggilan batin kita masing-masing, karena bentuk kegaibannya akan ditentukan oleh kegaiban sukma kita sendiri sesuai isi sugestinya.
Misalnya, - Untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, lakunya bisa hari apa saja dengan diisi banyak berdoa. - Untuk memenuhi kewajiban beragama, lakunya harus sesuai dengan aturan agama. - Untuk mendekatkan diri kepada roh sedulur papat, lakunya pada hari weton kelahiran. - Untuk mendekatkan diri kepada roh-roh leluhur, lakunya pada hari weton kelahiran. - Untuk urusan kegaiban, wangsit dan bisikan gaib, roh-roh leluhur atau
roh-roh halus lain, lakunya biasanya
pada malam Selasa Kliwon atau Jum'at Kliwon, disertai bertirakat dengan berdoa di luar rumah atau
berziarah ke makam-makam atau tempat mistis tertentu. - Untuk mempelajari suatu keilmuan gaib, lakunya sesuai persyaratan ilmunya. - Untuk tujuan keperluan lain, lakunya hari apa saja sesuai keperluannya atau sesuai niat batinnya.
Tujuan laku dan bentuk hajat / keinginan yang ingin terkabul juga
sendiri-sendiri. Masing-masing bentuk laku prihatin memiliki kegaiban
sendiri-sendiri yang bentuk pelaksanaan lakunya harus disesuaikan dengan kadar berat / ringannya suatu hajat /
keinginan yang ingin terkabul
. Semakin berat / tinggi kadar suatu hajat / keinginan, maka lakunya
juga seharusnya lebih berat. Dan suatu hajat keinginan yang sifatnya
jangka panjang, maka lakunya juga seharusnya dilakukan secara rutin dalam jangka panjang (setiap bulan), bukan
hanya sekali atau dua kali saja.
Misalnya :
- Yang kadarnya ringan, untuk keperluan rutin
sehari-hari, cukup secara rutin menjalankan puasa mutih saja,
atau puasa senin - kamis saja, atau
puasa berpantang makanan tertentu saja, atau rutin puasa weton 1 hari,
atau mandi kembang saja sebulan sekali. - Untuk kemudahan jalan hidup atau keinginan menjaga kelangsungan pekerjaan dan perbaikan posisi / derajat,
cukup secara rutin menjalankan puasa weton 1 hari.
- Untuk keinginan khusus yang kejadiannya tidak terjadi setiap hari, misalnya ingin lulus
ujian pendidikan,
ingin terpilih diterima bekerja atau ingin terpilih naik jabatan
ketika ada kesempatan naik jabatan, lakunya
puasa ngebleng 3 hari (hari apa saja) atau puasa weton 3 hari, sebelum ujian pendidikan, sebelum melamar
pekerjaan atau sebelum ada kenaikan jabatan.
- Untuk keinginan khusus yang berat untuk dicapai (relatif bagi
setiap orang) dan waktu pencapaiannya masih
panjang, misalnya ingin bisa terpilih menjadi bupati / gubernur, ingin bisa
cukup menabung untuk memiliki
rumah sendiri bagi yang belum memiliki rumah sendiri, ingin bisa mempunyai pabrik / perusahaan sendiri,
ingin karir bisa naik sampai menjadi kepala kantor, dsb,
biasanya lakunya puasa weton ngebleng 3 hari
selama 7 kali
berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan ritual penutup atau
tumpengan selametan setelah
semua puasanya selesai. Biasanya lelaku
jenis ini juga disertai nazar (sama dengan sumpah Tan Ayun
Amuktia
Palapa-nya Gajah Mada). Sesudah puasa 7 kali itu tercapai, bulan-bulan berikutnya tetap puasa
wetonan.
Doa selama berpuasa itu juga tidak perlu panjang-panjang, tidak perlu muluk-muluk, sederhana saja
, doa yang tulus dari hati sendiri kepada Tuhan, tetapi intinya kita harus menegaskan apa niat dan
keinginan yang ingin dicapai untuk mengarahkan kegaibannya supaya sesuai dengan tujuan kita.Dalam
rangka mencari keberkahan hidup laku-laku prihatin di atas seharusnya
dilakukan juga secara berkala, dan harus dihayati lakunya sebagai cara
kita fokus batin kepada tujuan dari laku kita, bukan sekedar berpuasa
saja, bukan sekedar mandi kembang saja, dan bukan sekedar berdoa saja.
Laku-laku yang disebutkan di atas adalah berasal dari tradisi budaya jawa, karena
itu melakukannya juga harus dengan mengikuti tatacara dalam budaya
jawa, jangan menggunakan cara alternatif atau dicampurkan dengan
tatacara yang lain seperti tatacara dan doa-doa keagamaan, doa-doa
amalan, dsb. Sesuai ajaran kebatinan jawa selama berpuasa itu orangnya
berdoa di
malam hari kepada Tuhan di atas sana di luar rumah menghadap ke timur.
Laku-laku di halaman ini adalah berasal dari tradisi budaya jawa dalam rangka orang menjaga supaya hidupnya keberkahan.
Jika kita menjalankannya,
janganlah kita berpikiran yang sama dengan ngalap berkah, karena
berkah yang dari Tuhan bisa juga turun tanpa kita harus mengotori diri
dengan pikiran dan hasrat ngalap berkah.
Masing-masing jenis laku prihatin mempunyai manfaat sendiri-sendiri yang bisa dirasakan, yang membuat
para pelakunya tetap menjalankannya, tetapi manfaat apa yang dirasakan oleh
masing-masing pelakunya tidak selalu sama, dan juga
tidak bisa dipastikan
bahwa semua hajat / keinginan akan dapat terkabul dengan menjalankan
suatu bentuk laku prihatin, puasa dan tirakat. Harus disadari bahwa
semua bentuk laku adalah dilakukan orang sesuai keyakinannya sendiri,
sebagai
tambahan dari usaha dan tindakan nyata yang sudah dilakukannya untuk pencapaian keinginannya itu.
Semua
bentuk laku akan bermanfaat bila dalam menjalankannya didasarkan pada
kebutuhan dan panggilan hati.
Kadar kegaibannya akan semakin tinggi kalau anda
menghayati lakunya, bukan sekedar anda
menjajal suatu bentuk laku, dan bukan sekedar anda berhasil berpuasa.
Dan jangan menyandarkan harapan terkabulnya suatu keinginan dengan hanya
melakukan
suatu bentuk laku prihatin. Tidak bisa suatu bentuk laku kebatinan /
prihatin dianggap ampuh sebagai jalan pintas untuk terkabulnya suatu
keinginan.
Jangan dijadikan sarana
ngalap berkah.
Puasa
dan laku prihatin di atas adalah berdasarkan panggilan dan niat batin dari diri
sendiri. Kegaibannya berasal dari kegaiban diri sendiri.
Karena itu seharusnya anda mengajak semuanya pancer dan sedulur papat berpuasa bersama, jangan jalan sendiri saja.
Puasa
dan laku prihatin di atas bersifat kebatinan, jangan tata-lakunya
dianggap sama seperti puasa agama yang banyak pantangan dan larangannya
dan semuanya harus dipatuhi, harus begini, harus begitu, tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Apapun yang anda lakukan semuanya akan bermuara pada kadar kegaiban yang
akan anda alami sendiri. Kadar kegaiban yang anda alami akan semakin tinggi kalau anda
menghayati lakunya. Karena itu banyak orang yang sengaja menambah-nambahi lakunya
supaya kegaibannya semakin tinggi, terutama yang tujuannya adalah untuk
ngelmu gaib dan ngalap berkah. Tetapi puasa agama justru tidak boleh diubah-ubah aturan dan tatalakunya. Entah anda menghayati / mengimani lakunya
atau tidak, puasa agama harus dijalankan sesuai tuntutan dan tuntunan
agama.
Dalam melaksanakan laku-laku prihatin itu tidak
diperlukan doa-doa khusus atau doa-doa amalan atau doa-doa hapalan, walaupun itu asalnya dari agama. Yang diperlukan
hanyalah doa dari niat batinnya saja, doa permohonan yang tulus kepada Tuhan agar
keinginan-keinginannya dapat tercapai, sebagai sarana fokus pada tujuan.
Dalam
berdoa sebaiknya fokuskan batin anda kepada Tuhan di atas sana seperti
dicontohkan di dalam tulisan berjudul Kebatinan Dalam Keagamaan supaya
doa anda lebih pasti tersambung kepada Tuhan. Lebih baik lagi
jika selama menjalankan laku berprihatin kita juga menjalankan laku
kebatinan keagamaan seperti yang dicontohkan dalam tulisan itu.
Laku
prihatin dan tirakat jangan
dijadikan sarana jalan pintas untuk mengejar berkah. Lakukanlah sebagai
cara untuk kita lebih fokus dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Berkat
yang dari Tuhan akan datang dengan sendirinya sesuai perkenanNya tanpa
kita harus berpikiran ngalap berkah.
Pada jaman sekarang ini kalau
kita rajin menjalankan laku prihatin,
lengkapi dengan
banyak berdoa, tidak harus menghadap ke timur, yang utama adalah
sambungkan doa kita kepada Tuhan di atas sana dengan cara seperti yang dicontohkan di tulisan berjudul
Kebatinan Dalam Keagamaan.
Mengenai pengapesan, semua orang mengalaminya, hanya bentuk kejadiannya saja yang tidak sama.
Sebaiknya
kita peka rasa untuk bisa tanggap firasat, sehingga jika ada suatu
kejadian yang tidak mengenakkan, kita sudah lebih dulu menerima
pemberitahuan / tandanya sehingga kita bisa menghindarinya dan bisa
mengambil suatu tindakan untuk menghindari / meminimalisir resiko
negatifnya.
Pada
jaman sekarang yang kehidupan manusia penuh dengan rutinitas dan
kesibukan, urusan pekerjaan tetap-lah dijalankan, jangan ditinggalkan
hanya karena
sedang berpuasa, dan juga tidak perlu melakukan puasa, laku prihatin dan
tirakat sambil menyepi atau
tapa seperti orang jaman dulu. Kita hanya perlu menghindari perilaku dan
suasana bersenang-senang untuk diisi dengan banyak berdoa. Perlu diketahui
bahwa sugesti kebatinan dalam kondisi berprihatin
akan jauh lebih kuat dibandingkan pada hari-hari lain saat tidak sedang
berprihatin. Karena itu dalam menjalankan laku berprihatin akan lebih
baik jika dilakukan dengan banyak berdoa, tidak mendatangi tempat-tempat
keramaian, tidak menonton hiburan atau suasana bersenang-senang yang
membuat
kita lupa bahwa kita sedang berprihatin.
Laku
puasa, prihatin dan tirakat berdasarkan tradisi jawa di atas dilakukan
berdasarkan panggilan hati dan rasa ketuhanan jawa, akan berbeda dengan
laku yang dilakukan oleh orang-orang yang
menjalankan laku dalam rangka memenuhi kewajibannya beragama atau yang
sedang laku ngelmu gaib (yang sedang menuntut ilmu gaib /
khodam / kesaktian) atau yang sedang ngalap berkah.Laku puasa, prihatin dan tirakat di dalam halaman ini adalah berdasarkan tradisi dan budaya kebatinan jawa. Jangan
dilakukan bersamaan dengan kewajiban puasa agama, dan jangan
dicampurkan dengan tatacara dan doa-doa keagamaan, supaya sugestinya
tidak berubah dan tidak memunculkan pertentangan di dalam agama. Jangan sampai karena itu kemudian anda dikatakan sesat / murtad / kafir.
Laku
puasa, prihatin dan tirakat di dalam halaman ini adalah berdasarkan
tradisi budaya kebatinan jawa, sangat erat kaitannya dengan kepercayaan
akan kesatuan seseorang (pancer) dengan sedulur papatnya. Karena itu
dalam menjalankannya seharusnya kita mengkondisikan sikap batin yang
sejalan dengan sugesti kebatinan jawa. Untuk pemahaman yang lebih
lengkap silakan dibaca juga tulisan berjudul : Sedulur Papat Kalima Pancer.
_____
Laku Prihatin dan Tirakat, Masih Relevankah ?Sampai sekarang masih banyak
orang menjalani laku mulai dari laku prihatin menahan diri dan berpuasa, tidak tidur, berendam di sungai,
sampai ritual yang aneh-aneh dan tidak masuk logika orang modern dalam rangka ngalap berkah atau ngelmu gaib, yang
semuanya bertujuan supaya apa yang mereka harapkan dan usahakan bisa
tercapai.Di sisi lain sikap berpikir masyarakat sudah lebih modern, kehidupan
manusia penuh dengan kesibukan dan rutinitas yang menyita banyak waktu
dan menuntut manusia untuk tetap fit dan dalam kondisi yang prima. Jika
demikian keadaannya, apakah konsep laku prihatin dan tirakat ini masih
relevan dan masih perlu dijalankan ?Jawabannya adalah: Ya. Konsep
laku prihatin dan tirakat janganlah dipandang secara dangkal dan
sempit. Konsep laku prihatin dan tirakat bersifat universal, tetapi bentuk lakunya sendiri bisa berbeda-beda sesuai kondisi kebatinan masyarakatnya masing-masing dan dalam
menjalankannya harus dilakukan penyesuaian sesuai tempat dan jamannya.Laku adalah usaha / upaya-upaya.Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan. Tirakat adalah perbuatan-perbuatan tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan / niat.Hakekat
dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha menjaga agar
kehidupan manusia selamat dan 'keberkahan', agar dihindarkan dari
kesulitan-kesulitan dalam segala urusan dan usahanya dan tercapai / terkabul
keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku
seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang
bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi tercapainya tujuan hidup. Laku prihatin akan akan membuat peka hati nurani dan melandasi perbuatan yang berbudi pekerti.
Dalam
kehidupan jaman modern ini memang banyak orang yang memaksakan sikap
berpikirnya untuk tidak percaya lagi dengan hal-hal yang bersifat
mistis, karena dianggap itu adalah kuno, kehidupan masa lalu, tidak
masuk akal, bertentangan dengan agama, bisa merusak iman dan agama, dsb.
Akibatnya, banyak orang yang sudah tumpul kepekaan batinnya dan tidak bisa merasakan firasat. Bahkan banyak orang yang sudah buta hati nuraninya,
ego dan keakuan dinomorsatukan, sehingga banyak menimbulkan pertentangan dengan manusia lainnya. Tetapi banyak juga orang yang
berpandangan lain,
masih banyak orang yang selalu berusaha menahan diri, banyak orang yang masih menjaga kepekaan batinnya, dan banyak orang yang masih menjaga sikap hidup berprihatin. Memang
banyak
bentuk laku yang dulu biasa dilakukan orang sekarang sudah banyak
yang ditinggalkan, karena merepotkan dan tidak sesuai jaman.
Kelemahan ritual tradisional dari sudut pandang orang jaman modern
adalah tidak adanya penjelasan yang memuaskan secara logika, hanya bisa
dirasakan dengan rasa, dengan hati dan batin setelah melaksanakan
sendiri lakunya, dan harus dengan menghayati lakunya. Tetapi
sesungguhnya laku dan hal-hal yang bersifat tradisional itu tidak
sungguh-sungguh ditinggalkan, bentuk lakunya saja yang berbeda,
manfaatnya juga masih bisa dirasakan, termasuk oleh orang-orang jaman
sekarang. Sebagai
gantinya, laku tersebut dilakukan dengan cara-cara yang lebih modern yang
sesuai dengan jaman. Banyak orang melakukan penelitian untuk mengkaji
hal-hal yang berbau mistis dan
tradisional untuk dicoba menjelaskannya dengan sikap berpikir modern, logis dan
analitis. Dan hal-hal yang tidak dapat diselesaikan dengan cara modern
selalu saja ada laku untuk mencari cara-cara alternatif yang bersifat alami
dan tradisional. Sakit-penyakit dan obat-obatan medis pun diusahakan
alternatif pengobatannya yang bersifat alami dan tradisional. Ilmu-ilmu
yang dulu untuk kesaktian dan sebagian merupakan ilmu gaib masih banyak digeluti orang, dijadikan bahan pertunjukkan entertainment dan dikomersialkan. Berendam atau mandi kembang setaman /
kembang tujuh rupa, yang aslinya tujuannya adalah supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura
negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, aura tubuh dan wajah menjadi lebih bersih
dan lebih bercahaya, membuang kesulitan-kesulitan yang
berasal dari aura negatif di dalam tubuh dan untuk membantu mempermudah jalan
hidup, sekarang, mandi kembang, luluran, dsb, banyak diselenggarakan di
spa-spa dan salon kecantikan modern. Sesuai hakekat dan tujuannya, maka walaupun jaman sekarang kondisinya
sudah sangat berbeda dengan jaman dulu, tetapi proses laku berprihatin tetap dilakukan
orang, hanya saja bentuk lakunya yang berbeda. Laku prihatin untuk
menahan diri, tidak sombong, rajin beribadah, tekun berdoa dan berusaha, tidak
malas, menjauhi kebiasaan dan etos kerja yang
buruk, hidup sederhana (relatif) dan menabung, mengsyukuri apa yang
dimiliki dan tidak boros menghambur-hamburkannya, menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama, tidak memperkaya diri dengan mencuri / korupsi, menjauhi perbuatan dosa, dsb, dilakukan
oleh banyak orang. Itu adalah bentuk-bentuk laku berprihatin yang
umum pada jaman sekarang walaupun orang tidak menganggapnya sama dengan
bentuk formal laku prihatin dan tirakat.
Proses
laku berprihatin tetap dilakukan orang, hanya bentuk dan caranya saja
yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi jaman dan kondisi masyarakat.
Yang membuat orang berhasil mencapai tujuannya dengan menjalankan suatu
laku adalah bukan semata-mata karena bentuk lakunya, melainkan karena
mereka tetap menjaga hal-hal yang positif dan menjauhi hal-hal yang
bersifat negatif, tidak pantas dan tidak bijaksana, sehingga segala sesuatu yang
dikerjakan selalu terkondisi pada arah yang benar untuk tercapainya
tujuan dan niatnya.
_______
Untuk melengkapi pengetahuan tentang sifat-sifat hari, di bawah ini ada beberapa petunjuk :
Bulan Haji (bulan musim haji) adalah bulan yang paling baik untuk semua
keperluan, untuk memulai usaha, pindah rumah atau pun perkawinan.
Bulan Maulud adalah bulan yang paling baik untuk
semua keperluan yang bersifat
sakral, untuk ritual bersih diri, ruwatan nasib / sengkala,
ritual syukuran, ritual bersih desa, menjamas keris, mandi kembang, berziarah, dsb.
Bulan Suro (
Sura) adalah bulan yang paling
tidak baik untuk semua keperluan, memulai usaha, pindah rumah atau pun
perkawinan. Bulan Sura paling baik digunakan untuk upaya bersih diri dan
lingkungan.
Bulan Sura umumnya diisi dengan ritual bersih diri / ruwatan, membersihkan rumah dan pusaka, dsb.
Upaya
bersih diri / ruwatan pribadi dapat dilakukan dengan cara sederhana,
yaitu dengan cara mandi kembang dan berdoa memohon supaya dilapangkan /
dibukakan jalan hidup dan dijauhkan dari segala macam bentuk kesulitan. Sebaiknya juga dilengkapi dengan membersihkan rumah dan lingkungannya, baik yang bersifat fisik maupun gaib.
Jika
anda memiliki pusaka, pada bulan Sura terhadap pusaka anda itu tidak
harus dilakukan penjamasan, tapi cukup dibersihkan saja fisiknya dan
diberikan sesajinya dan disugestikan supaya pusakanya memberikan bantuan
yang positif dan disugestikan juga supaya membantu membersihkan segala
sesuatu yang bersifat negatif.
Bagi yang ingin mengadakan suatu hajat di bulan Suro, sebenarnya sih boleh-boleh saja, terserah individunya, tetapi secara
spiritual memang dianjurkan untuk tidak mengadakan hajatan pernikahan,
memulai usaha ekonomi, pindah ke rumah baru atau hajat lain yang pengaruhnya bersifat jangka panjang di bulan Suro.
Pada
Bulan Suro kondisi alam gaib di pulau Jawa diliputi aura yang tidak
baik, dan dihawatirkan semua hajat yang dilakukan pada bulan Suro akan
membawa pengaruh yang tidak baik, seperti dipenuhi hawa kebencian dan
permusuhan, pertengkaran, sakit-penyakit, apes / kesialan, dsb.
Pengaruh gaib negatif bulan Suro hanya berlaku pada orang Jawa di pulau Jawa
saja dan pengaruhnya itu bisa bersifat jangka panjang, karena
pengaruhnya itu akan menyatu dengan sukma manusia.
_______
Ada pertanyaan dari seorang pembaca :S
alam kang java. Saya mau tanya tentang mandi kembang telon.
Kembang
kantilnya yang kuning atau putih, trus jumlah kembang telon itu berapa,
apa 3 macam kembang jumlahnya 3 biji. apa jumlahnya terserah
mohon maaf kang java.
matur nuwun.
Jawab :
Kantil kuning atau putih boleh, kalo bisa yang sudah harum baunya.
Masing2 kembang satu saja juga boleh, tapi sebaiknya dinilai sendiri jumlahnya yang dianggap cukup untuk mandi kembang.
thanks
Ada juga pertanyaan : Sewaktu ngebleng terutama saat weton, apakah kekuatan sukma bisa sampai 2 x lipat dari keadaan normal ataukah tidak.
Jawab :Dengan
syarat selama berpuasa menjauhi kondisi / suasana bersenang-senang / hiburan
dan puasanya sebelumnya sudah diniatkan (bukan asal puasa), ngebleng
hari apa saja sesuai niatnya, termasuk wetonan :
- ngebleng 1 hari bisa menaikkan kekuatan sukma menjadi 1,5 kali kondisi normalnya
- ngebleng 3 hari bisa menaikkan kekuatan sukma menjadi 3 kali kondisi normalnya
Tapi
sesudahnya ketika sudah tidak lagi berpuasa kondisi kekuatan sukmanya bisa
menurun lagi, apalagi jika sehari-harinya sering menonton hiburan, televisi, atau
hidupnya banyak bersenang-senang.
Jika tujuannya adalah
untuk menaikkan kekuatan sukma, sebenarnya laku berpuasa itu tidak
wajib. Yang lebih diutamakan adalah laku kebatinan yang efeknya
memperkuat sukma. Laku puasa itu berfungsi untuk menambah kekerasan
batinnya / sukmanya dan mendekatkan hubungan pancer dengan sedulur
papatnya. Karena itu kalau diniatkan puasanya
untuk menaikkan kekuatan sukma, maka puasanya itu harus dijadikan kebiasaan
rutin. Lebih bagus lagi kalau sehari-harinya tidak mengumbar kesenangan
hidup.
Ada juga pertanyaan : p
uasa apa yang efektif meningkatkan kekuatan sukma. Jawab :Kalau tujuannya untuk meningkatkan kekuatan sukma, kalau hanya
berpuasa saja, efek peningkatannya tidak signifikan. Efek dari puasa lebih
banyak bersifat "membangkitkan" kegaiban sukma dan menambah kekerasan
batin manusia.
Kalau tujuannya untuk meningkatkan kekuatan sukma,
seharusnya yang dilakukan adalah "membangun" kekuatan sukma, misalnya dengan olah batin
dan oleh energi untuk membangun kekuatan sukma. Selama menjalankan olah batin itu,
laku berpuasa itu sangat baik untuk memperkuat efek meningkatnya kekuatan
sukma.
Kalau
kita belum pernah menjalani suatu laku yang efeknya memperkuat sukma,
maka kemungkinan besar kondisi kekuatan sukma kita masih sama dengan
orang yang umum.
Secara umum kondisi sukma
manusia adalah lemah, bahkan masih lebih
lemah dibandingkan mahluk halus kuntilanak yang di alam gaib termasuk
jenis halus yang
paling lemah, sehingga sekuat apapun fisiknya, orang akan mudah untuk
dipengaruhi atau diserang secara gaib, mudah terpengaruh ilmu
pengasihan, kewibawaan, pelet, penundukkan, juga gampang mengalami
kesambet.
Sukmanya akan kuat jika orang itu menjalankan laku yang efeknya
memperkuat sukma.
Olah Rasa dan Olah Batin akan menjadi dasarnya.
Setelah itu dilanjutkan dengan laku "membangun" kekuatan sukma, misalnya dengan olah batin dan olah
energi untuk kekuatan sukma, seperti dicontohkan dalam tulisan-tulisan Penulis yang bertema Meditasi Energi.
Selama menjalankan olah batin itu,
laku berpuasa sangat baik untuk membantu meningkatnya kekuatan
sukma.Ada pertanyaan :Pak saya mau bertanya, kalau orang puasa ngebleng kan seharusnya tidak
boleh makan, minum, tidur, selama hari yg ditentukan, tetapi jaman sekarang
ada orang puasa ngebleng tidak makan dan minum tapi boleh tidur,
mengingat jaman skrg orang dituntut jadwal pekerjaan yg sangat ketat.
Menurut
pak javanes sendiri, puasa ngebleng yg sudah dikurangi lakunya dan
direnovasi spt di atas apa masih efektif dan ada kegaiban yg dapat
meningkatkan kekuatan sukma ?
Mohon jawaban dan sarannya.
Sebelumnya saya ucapkan trimakasih
Ulasannya sbb :
Ada banyak sekali ajaran laku prihatin dan puasa.
Tapi secara umum ada 2 aliran besar ajarannya.
1. Ajaran penghayatan kebatinan dan agama.
Dalam
ajaran penghayatan kebatinan dan agama, seperti ajaran penghayatan
kebatinan jawa atau ajaran dalam keagamaan hindu, budha, islam dan
kristen, biasanya ajaran dan
tatalakunya sederhana, hanya prinsip-prinsipnya saja yang harus
dijalankan. Walaupun berat melakukannya, tapi tidak ada yang aneh-aneh.
2. Ajaran ngelmu gaib dan ngalap berkah.
Dalam ajaran ngelmu gaib dan ngalap berkah orang melakukan banyak
tatalaku yg aneh2 yg secara kebatinan dianggap tidak perlu sampai
seperti itu.
Jadi kalau ada orang yg mengajarkan anda laku yg aneh2 biasanya itu
adalah ajaran dari orang2 dulu yg biasa ngelmu gaib, atau itu sebenarnya
adalah
laku untuk tujuan ngalap berkah, misalnya mandi berendam di tempuran
sungai yg
angker, tirakat / semedi di tempat yg angker dan wingit, tapa melek,
tapa bisu, tapa lelono, tirakat sambil bakar menyan, tirakat di pinggir
laut / sungai, di makam / kuburan keramat, di dekat sumur tua, mandi air
7 sumur, dsb. Tatalaku yang aneh2 itu biasanya untuk tujuan ngelmu
gaib, atau untuk mencari wangsit, atau untuk ngalap
berkah.
Secara kebatinan, puasa ngebleng itu aslinya hanya tidak makan dan tidak minum saja, boleh tidur.
Puasanya dilakukan sambil berprihatin, menjauhkan diri dari bersenang-senang.
Puasanya sehari-semalam, boleh tidur.
Buka puasa juga makan-minumnya biasa saja.
Tapi kalau dikatakan tidak boleh tidur, atau berbuka puasanya hanya
minum saja, nasi sekepal, tujuh kepal, ngrowot, dsb, biasanya itu
mengikuti
tatacara ngelmu gaib.
Kalo niatnya untuk meningkatkan kekuatan
sukma seharusnya lakunya mengikuti ajaran penghayatan kebatinan, bukan mengikuti
ajaran ngelmu gaib atau ngalap berkah.
thanks
Ada pertanyaan :Pak di dalam artikel bapak, kalau orang yg melakukan laku tirakat kebatinan
seperti puasa ngebleng maka sukma org tsb meningkat 1,5 dan
banyak para makhluk gaib dan leluhur kita memperhatikan kita.
Kalau ada
kasus seperti ada orang yg menjalani laku tirakat puasa ngebleng tetapi
ada orang yg jahil, yaitu menangkap sedulur papat orang tsb dan memasungnya.
Apakah sedulur papat org tsb yg dipasung dapat melepaskan diri dgn
sendirinya ?
Mohon pencerahannya.
Saya ingin menimba ilmu dari bapak.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih
Ulasan :
Berarti kasus yg bapak sampaikan itu sama dengan kasus sedulur papat yg terpisah yg disandera oleh pihak lain.
Soal
apakah sedulur papatnya itu akan bisa melepaskan diri atau tidak, itu
tergantung kekuatan sedulur papat itu sendiri, juga tergantung apakah
sedulur papatnya itu berusaha membebaskan dirinya sendiri atau tidak.
Mengenai
laku tirakat yg bapak sampaikan itu, termasuk ngebleng, sebenarnya yg
dilakukan orang itu belum tentu sifatnya kebatinan, mungkin sebenarnya
itu adalah laku ngelmu gaib. Yang seperti itu sering memunculkan kasus
gangguan gaib, apalagi kalau orangnya bertirakat di tempat2 yg angker.
Jadi kita perlu bisa membedakan antara laku tirakat penghayatan
kebatinan dengan laku yg sebenarnya tujuannya untuk ngelmu gaib atau
ngalap berkah.
Juga jangan asal mengikuti ajaran orang, jangan sampai laku kita itu malah mendatangkan efek yg tidak baik.
Sebenarnya
puasa ngebleng yg dilakukan oleh orang2 keilmuan kebatinan adalah
sebagai pengganda kekuatan kebatinan, untuk membantu kenaikan yg
signifikan kekuatan sukma dan kebatinan, bukan semata2 ngebleng.
Kalau
dilakukan oleh orang biasa yg tidak melakukan olah kebatinan, kenaikan
kekuatan sukmanya tidak banyak (tapi kegaibannya tetap ada).
Tapi kalau dilakukan oleh orang2 penghayat dan pelaku kebatinan, orang2
yg melakukan olah kebatinan, puasa ngebleng itu bisa menunjang kenaikan
kekuatan sukma yg signifikan.
terima kasih
Pertanyaan :Aura seseorang itu 1
warna dan permanen, atau berwarna-warni dan berubah-ubah sesuai suasana
hati ?
kalau aura saya, warnanya apa ya pak?
bisa minta tolong untuk
dibantu buka aura saya pak?
atau saya harus melakukan amalan apa untuk
membuka aura?
Ulasan :Aura orang itu ada banyak macamnya.
Ada :
1. Aura energi tubuh / organ2 tubuh (dan penyakit),
2. Aura psikologis
(suasana hati),
3. Aura kejiwaan / kepribadian (lebih bersifat permanen)
dan
4. Aura spiritualitas.
Itu adalah aura2 dasar manusia.
Aura2 lainnya adalah kembangan dari itu.
Kalau ada orang yg bertanya tentang auranya, sebenarnya saya bingung, aura yg mana ?
Kalau dirincikan nantinya orangnya bingung (saya sendiri juga jadi capek sendiri he he he)
Tapi saya sendiri tidak begitu memperhatikan detail aura, jadi jangan tanya itu deh ya he he he
Tapi kalau anda ingin auranya bagus dan bersih setidaknya ada caranya yg bisa anda lakukan sendiri :
Nantinya aura tubuh dan wajah anda akan bersih dan terang.
2. Menjalankan laku kebatinan ketuhanan seperti dalam tulisan saya yg berjudul
Kebatinan Dalam Keagamaan dan
Pembersihan Gaib 4. Nantinya
aura spiritualitas anda akan bersinar putih bersih. Sukma anda akan
kuat. Aura tubuh dan kejiwaan juga akan lebih baik, karena bukan hanya
energi tubuh anda akan baik, tapi kejiwaan dan kepribadian anda juga
akan menjadi lebih baik.